Oleh : Redaksi Impinews.com
BANYAK Jalam menuju Roma. Itulah peribahasa yang menggambarkan banyak ragam cara, jalan dan strategi mencapai tujuan. Desa Mengepung Kota (DMK) adalah strategi perang yang dijalankan oleh Mao Tze Tung untuk menyerang Ciang Kai Sek di kota Berijing pada saat perang saudara tahun 1927-1949. Dengan dukungan para petani dan buruh akhirnya Mao Tse Tung dapat memenangkan perang saudara tersebut. Di militer Indonesia, strategi ini dikenal dengan istilah “gerilya” yang telah dilakukan oleh Jenderal Soedirman.
Mengadopsi pada strategi DMK dan gerilya ini, penulis mencoba menyumbangkan pemikiran dalam memberdayakan ekonomi pedesaan berbasis kerakyatan dan budaya/kearifan lokal agar tercapai keberlanjutan (sustainability). Hal ini sejalan dengan visi dan misi pemerintahan Jokowi dan Ma,ruf Amin terkait peningkatan kualitas Manusia Indonesia, struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan derdaya saing maupun pembangunan yang merata dan berkeadilan.
Pembangunan yang merata dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote harus dimaknai sebagai perwujudan dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan NKRI, yaitu: a) Kesatuan Kejiwaan sesuai umpah Pemuda 28 Oktober 1928; b) Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI sesuai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945; dan c) Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) sesuai deklarasi Djoeanda pada 13 Desember 1957. Berkeadilan dimaknai sebagai upaya untuk menghapuskan (atau setidaknya mengurangi) ketimpangan antara pulau Jawa dan pulau-pulau di luar Jawa; antara yang kaya dan miskin agar terwujud kesejahteraan yang berkeadilan dan adil yang berkesejahteraan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Penguasaan asset nasional yang hanya oleh sekitar 1% warganegara perlu dilakukan langkang-langkah strategis antara lain melalui redefinisi dan redistribusi asset dimaksud kepada seluruh rakyat secara berkeadilan.
DMK dan gerilya merupakan strategi mencapai tujuan melalui pengalokasian sumberdaya yang ada sedemikian rupa sehingga efektif dan efisien. Dalam hal ini, memberdayakan ekonomi berbasis kerakyatan sebagai sokoguru atau pilar pengarus-utamaan pembangunan pedesaan sehingga menjadi desa mandiri sebagai miniatur kota berkelanjutan (sustainable urban development). Arahnya agar ketimpangan antara desa dan kota dapat dihapuskan atau dihapuskan baik dalam hal perbedaan infrastruktur, fasilitas social ekonomi, tingkat pendidikan, strata sosial maupun kesejahteraan. Tantangannya pun tidak mudah, mengingat kondisinya sangat beragam baik menyangkut persoalan potensi sumberdaya alam, mansia, keyakinan agama, adat-istiadat, mata pencaharian, sosial budaya, dan lain-lain.
Klasifikasi Desa & SWOT Analysis
Jumlah desa saat ini mencapai 74.749 desa dan jumlahnya akan bertambah seiring dengan aspirasi pemekaran desa dari masyarakat Desa. Sementara populasi penduduk Indonesia sekitar 56% tinggal di kota, sisanya 44% penduduk tinggal di pedesaan, dimana jumlah keseluruhan wilayah pedesaan sekitar 80%, sedangkan wilayah kota sekitar 20%. Ini menjadi problematika demografi dan geografi yang perlu penangangan serius. Desa-desa dengan beraneka keragamannya, menurut PermendesaPDTTrans Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun, diklasifikasikan menjadi a) Desa Mandiri atau Desa Sembada adalah Desa Maju yang memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan Desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan dan memiliki Indeks Desa Membangun (IDM) lebih besar (>) dari 0,8155; b) Desa Maju atau Desa Pra-Sembada adalah Desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan. Memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,8155 dan lebih besar (>) dari 0,7072.; c) Desa Berkembang atau Desa Madya adalah Desa potensial menjadi Desa Maju, yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan. Memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,7072 dan lebih besar (>) dari 0,5989; d) Desa Tertinggal atau Desa Pra-Madya adalah Desa yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum, atau kurang mengelolanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa, kualitas hidup manusia serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,5989 dan lebih besar (>) dari 0,4907; dan e) Desa Sangat Tertinggal atau Desa Pratama adalah Desa yang mengalami kerentanan karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Memiliki IDM kurang dan lebih kecil (≤) dari 0,4907.
Penentuan klasifikasi desa tersebut berdasarkan Indikator Desa Membagun (IDM) yang mencakup : a) Dimensi Sosial terdiri dari indikator kesehatan, pendidikan, modal sosial, dan pemukiman; b) Dimensi Ekonomi terdiri dari keragaman produksi masyarakat desa, tersedia pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi logistik, akses ke lembaga keuangan dan perkreditan, lembaga ekonomi, keterbukaan wilayah; dan c) Dimensi Ekologi terdiri dari kualitas lingkungan, potensi/rawan bencana alam. Dari data IDM tahun 2015 terdapat jumlah desa mandiri (5%), maju (0%), desa berkembang (31%), desa tertinggal (46%), desa sangat tertinggal (18%). Hal ini juga menunjukkan bahwa desentralisasi dan demokratisasi yang ada belum mampu menjadi prasyarat untuk membangun pedesaan dan mengurangi kemiskinan. Keterlibatan pemerintah dan masyarakat madani yang aktif harus memastikan bahwa peraturan tidak terdistorsi selama pelaksanaan, dan bahwa orang bias terlibat secara aktif dalam pembuatan kebijakan publik dan pemerintahan daerah.
Lebih lanjut, perlu dilakukan SWOT analisys untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan tantangan (treath) agar penentuan strategi pembangunan ekonomi pedesaan lebih fokus dan terarah berbasis pada potensi dan sumberdaya yang ada. Jika memiliki kekuatan maka manfaatkan peluang untuk melakukan ekspansi; jika menghadapi ancaman/tantangan maka manfatkan untuk difersifikasi produk; jika situasi tidak menguntungkan hendaknya bertahan; dan jika dalam kondisi lemah hendaknya melakukan konsolidasi untuk mengevaluasi secara komprehensif guna menyusun strategi baru.
Dana Desa Harapan Baru
Membangun dari pinggiran dengan strategi Desa Mengepung Kota atau gerilya dari desa dimaksudkan untuk memperkuat ekonomi pedesaan, meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun mengungari kesenjangan pembangunan nasional sebagai implementasi dari Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dijelaskan bahwa dalam pembangunan desa meliputi pemenuhan 4 aspek, yaitu a) kebutuhan dasar, b) pelayanan dasar, (3) lingkungan, dan (4) kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Kemudian, sejak 2015 pemerintah telah mengalokasikan dana desa dalam APBN dan tahun 2020 sebesar Rp 72 Triliun dengan rata-rata tiap desa menerima alokasi sebesar Rp 960,6 juta. Dana Desa dialokasikan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, dan mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa. Sesuai dengan Peraturan Menteri Desa PDTT No 11 tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020. Ke depan, upaya pemberdayaan masyarakat desa dan UMKM & Koperasi harus lebih ditingkatkan antara lain melalui pelatihan-pelatihan capacity building seperti BLK Keliling Masuk Desa, pendampingan oleh tim ahli maupun akses permodalan dan pemasaran berbasis teknologi. Perlu redefinisi atas BUMDes agar lebih berdayaguna lebih disinergikan dengan Koperasi Unit Desa yang telah ada, sehingga lebih optimal dalam implementasinya.
Pun, harus terus dilakukan pembinaan dan pengawasan kepada kinerja aparatur desa dalam mempertanggungjawabkan dana desa tersebut agar benar-benar untuk kemajuan desanya, tidak diselewengkan dan dikorupsi. Hingga awal 2020, ICW mencatat ada 296 kasus korupsi dana desa dengan kerugian negara mencapai 140,3 miliar. Disamping itu, buku petunjuk pengelolaan dana desa telah didistribusikan oleh kementerian dalam negeri, kemendesPDT dan kementerian keuangan, namun demikian masig terjadi kebocoran dana desa yang dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Secara umum penhyebab korupsi adalah kesalahan prosedur, kapasitas dan kapabilitas aparat desa yang masih kurang maupun biaya pilkades mahal sehingga membuka peluang untuk korupsi dana desa, apalagi pendapatan kepada desa hanya mengandalkan bengkok/tanah garapan sejumlah tertentu untuk kepala desa selama yang bersangkutan menjabat. Disisi lain, problematika pedesaan masih pelik terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti masih rendahnya kualitas dan kuantitas pendidikan kolektif masyarakat, belum cukupnya sarana dan prasarana penunjang desa yang layak, serta masih lemahnya kapasitas institusi lokal dalam mendorong ataupun mengelola aspirasi komunitas, sumberdaya lokal, dan insentif eksternal dalam membangun desa.
Dana desa ibarat candu yang dapat memabokkan dan menjadi lupa diri karena tidak didasari niat baik dan berbuat kebaikan. Oleh karena itu, harus ada pembinaan, pendampingan dan pengawasan secara terus-menerus, mengingat dana desa adalah uang rakyat, uang negara yang harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat di pedesaan. Memerlukan nyali dan energi maupun sumber daya yang tidak sedikit. Ditopang oleh berbagai elemen kerakyatan yang ada. Centang perentang pelaksanaan UU Desa ini memang sangat dirisaukan mengingat kapabilitas dan kapasitas perangkat desa pada umumnya belum mumpuni; terlebih desa-desa yang berada di gugus terluar yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain. Sementara itu, kita sangat prihatin, saat ini masih terdapat 39.086 desa tertinggal, 17.268 desa sangat tertinggal dan 1.138 desa sangat tertinggal di kawasan terluar di perbatasan negara dari 74.954 jumlah desa seantero negeri. Ke depan, perlu dilakukan penyelarasan dan sinergi program-program ekonomi “Desa Mengepung Kota” berbasis kerakyatan antara kementerian dengan BUMN/D dalam kemasan program corporate social responsibility (CSR), bina mitra maupun bina lingkungan.
Rakyat pun harus aktif mengawal dana desa maupun uang negara lainnya agar tepat sasaran untuk rakyat hingga pelosok-pelosok negeri. Awasi terus jangan sampai ada penyelewengan maupun korupsi. Dibarengi pengawasan ketat oleh pemerintah dan juga keterbukaan sehingga dari awal sudah dapat dideteksi apabila akan ada penyelewengan.
Ekonomi Kerakyatan
Berbicara ekonomi kerakyatan tidak dapat dilepaskan dari persoalan Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) dan Koperasi dalam arti memberdayaan ekonomi bagi golongan ekonomi mikro dan kecil yang diproteksi dengan affirmative policy (kebijakan keberpihakan) agar mereka dapat tumbuh dan berkembang mengejar ketertinggalan dan mencapai kemajuan menjadi usaha menengah dan besar. Di tengah pageblug Covid 19, pendapatan UMKM menurun hingga 40-80%, bahkan banyak yang gulung tikar. Akibatnya, kesulitan memenuhi pengeluaran non-varabel seperti gaji pekerja, pembayaran utang/pinjaman, asuransi, pemutusan kontak kerja dan lain-lain. Juha mengalami demand and supply shock seperti kesulitan mendapatakan bahan baku, kesulitan mendistribusikan produk, kekurang tenaga kerja dan lain-lain. Sehingga diperlukan program pemulihan ekonomi bagi UMKM dan Koperasi antara lain : a) pemberian pinjaman modal kerjadan akses lembaga keuangan; b) pemberian keringan kredit penundaaan pebayaran angsuran dan subsidi bunga) ; c) pendampingan pemulihan usaha demi keberlanjutan usaha; d) pemberian insentif pajak; e) peningakatan akses terhadap e-commerce dan market place; f) penyaluran pembiayaan dan pendampingan chanelling ke lembaga keuangan; g) fasilitas pelibatan UMKM dan Koperasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah & BUMN; h) pembiayaan investasi kepada UMKM dan Koperasi; dan peningkatan kemitraaan UMKM & Koperasi dengan BUMN/korporasi. Juga terus ditumbuhkembangkan sikap ulet, optimis dan tahan banting dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan, selalu gotong royong dan berdoa untuk kebaikan kita semua.
Menurut Adi Sasono bahwa ekonomi kerakyatan itu merupakan sistem ekonomi yang berusaha membentuk struktur perekonomian yang dijiwai oleh semangat mandiri dengan menempatkan efisiensi pasar dan keberpihakan pada pengembangan ekonomi mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam mengelola dan mengolah sumber daya ekonomi nasional. Intinya harus terwujud pemerataan perekonomian dan kemandirian ekonomi dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, serta keberpihakan pada pemberdayaan ekonomi mikro, kecil, menengah dan koperasi. Pemerintah harus memberikan proteksi dan affirmaytive policy agar wong cilik mudah mengakses kegiatan ekonomi antara lain berupa dukungan fasilitas modern baik dalam permodalan, keterampilan pekerja, teknologi maupun jaminan hukum. Dibarengi good governance agar aparat negara dan pemerintah bekerja secara professional, berintegritas, bersih, efektif dan efisien dalam mendukung terwujudknya ekonomi kerakyatan.
Harapannya pembangunan ekonomi kerakyatan yang diimplementasikan menggunakan strategi “Desa Mengepung Kota”akan mampu mengurangai kesenjangan antara desa dan kota, antara kemiskinan dan kesejahteraan sehingga rakyat akan berdaya melakukan usahanya dan mencapai kemandirian. (Email : harysmwt@gmail.com)
SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Prioritas Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan prinsip: a. kemanusiaan; b. keadilan; c. kebhinekaan; d. keseimbangan alam; dan e. kepentingan nasional. kegiatan percepatan pencapaian SDGs Desa melalui: a. pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa; b. program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa; dan – c. adaptasi kebiasaan baru Desa
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam pembangunan desa meliputi pemenuhan 4 aspek, yaitu: (1) kebutuhan dasar, (2) pelayanan dasar, (3) lingkungan, dan (4) kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
Desa Tertinggal adalah desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar, infrastruktur, aksesibilitas/transportasi pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan yang masih minim. (Bappenas, Indeks Pembangunan Desa). Desa tertinggal adalah desa yang memiliki nilai IPD kurang dari atau sama dengan 50.
Membangun Desa dengan Kearifan Lokal
Ketika sebuah desa dikerjakan dengan logika bisnis, maka yang muncul adalah eksploitasi. Warisan budaya yang dianggap tidak penting seperti kearifan lokal akan tergusur. Pengetahuan lokal dalam mengelola desa pun akan terganti dengan pengetahuan modern.
Dan pada akhirnya, akan mengubah wajah asli pedesaan yang seharusnya sejahtera dalam bingkai kesederhanaan, keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dengan harmoni alam, justru malah mengikuti model kesejahteraan dengan gambaran kehidupan yang serba mapan dan modern layaknya masyarakat yang tinggal di perkotaan.
Sebuah desa yang tumbuh dengan ambisi konsumtif, di mana semua kelemahan desa dipandang akan dengan cepat ditanggulangi dengan dana segar, akan terus berkembang menjadi desa konsumtif dan akan terus membutuhkan suntikan dana, meskipun infrastrukturnya akan bertambah lengkap sebagai hasil bantuan dari dana segar tersebut.
Sebaliknya, apabila desa berkembang dengan semangat produktif berbasis kearifan lokal berwawasan lingkungan, maka ia akan terus tumbuh menjadi desa produktif yang tidak hanya menghasilkan produk-produk desa unggulan, tetapi juga berperan dalam mengkonservasi nilai-nilai yang masih dibutuhkan oleh desa agar tetap berjalan pada on the track.
Apabila pembangunan desa berorientasi modern, maka over-eksploitasi akan terjadi, sebab mustahil membangun desa dan memperluas jangkauan wilayah untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur serta peruntukan lainnya jika tidak membuka kawasan hutan baru. Sementara jika pembangunan desa berorientasi pada eco-friendly di mana kearifan lokal menjadi fondasinya, maka sebuah smart-village yang berwawasan lingkungan akan menjadi sebuah keniscayaan.
Memberdayakan masyarakat desa seharusnya dimulai dengan capacity building secara kolektif dengan membimbing institusi lokal agar terlebih dulu mahir mengelola inisiatif komunitas, leadership, common pool resources, sumber daya lokal, dan insentif eksternal. Sejalan dengan itu, diberikan juga bimbingan orientasi ke mana desa ini akan tumbuh dengan melibatkan masyarakat dalam diskursus tentang visi masa depan desanya sendiri.
Ini penting dilakukan agar masyarakat desa mampu belajar membuat keputusan sendiri, mahir mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan vitalnya, dan terbiasa mengelola kebijakan. Peran pendamping desa sangat penting dalam fase ini.
Memberikan uang (dalam bentuk Dana Desa) untuk sumber tenaga kemajuan desa seharusnya berada pada fase terakhir ketika semua fondasinya sudah cukup kokoh untuk menopang pembangunan desa, sebab keberhasilan pemberdayaan desa bukanlah ditentukan oleh berapa banyak dan lengkapnya infrastruktur yang bisa dimiliki, dibangun dan dikelola oleh sebuah desa.
Tetapi seberapa jauh kedewasaan kolektif sebuah desa mengelola sumber daya lokal dan men-drive dirinya sendiri dalam menghadapi tantangan pembangunan di era kompetisi saat ini. Semoga pembangunan desa yang tengah digagas oleh pemerintah mampu berjalan dengan produktif, bukan malah berkembang menjadi desa full infrastruktur tapi tak punya visi masa depan akibat terlalu banyak mengorbankan sumber daya (Futureless Growth).
Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan bagi Adi Sasono diartikan sebagai sistem ekonomi yang berusaha membentuk struktur perekonomian yang dijiwai oleh semangat mandiri dengan menempatkan efisiensi pasar dan keberpihakan pada pengembangan ekonomi kecil, menengah dan koperasi dalam mengelola dan mengolah sumber daya ekonomi nasional. Sehingga kata kunci dari gagasan perekonomian Adi Sasono ini ialah adanya kemandirian ekonomi, pemerataan perekonomian dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, serta keberpihakan pada pemberdayaan ekonomi kecil, menengah dan koperasi. Inti gagasan Adi Sasono tersebut tercermin dari berbagai kebijakan yang dilaksanakannya di Indonesia. Adi Sasono menjadikan konsep ekonomi kerakyatan ini sebagai strategi alternatif dalam rangka menumbuhkan perekonomian yang kuat dan tidak mudah diterjang krisis. Untuk mengembangkan ekonomi rakyat yang tidak banyak diterapkan oleh para ekonom ini, Adi Sasono lebih banyak berpikir dalam usaha mempermudah akses rakyat kecil dalam kegiatan ekonomi. Usaha yang harus dilakukan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan oleh Adi Sasono diantaranya dukungan fasilitas modern baik dalam permodalan, keterampilan pekerja, teknologi dan jaminan hukum. Sehingga ekonomi rakyat bisa bangkit dan mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak terutama pemerintah Adi Sasono ingin mengupayakan kepemilikan dan penguasaan tanah dapat dimiliki rakyat yang penggunaannya sangat penting dalam melindungi ekonomi rakyat. Selain itu dalam hal modal Adi Sasono menginginkan adanya penyederhanaan prosedural permohonan kredit bagi jenis usaha rakyat agar tidak terkesan rumit dan meningkatkan interaksi masyarakat bawah pada sumber pemodalan tersebut. Kemudian teknologi menjadi hal yang penting untuk meningkatkan keterampilan produksi sehingga pelatihanpelatihan perlu dilaksanakan. Maka dari itu, pemikiran ekonomi Adi Sasono senantiasa terfokus pada bagaimana caranya memberikan akses yang luas kepada rakyat kecil untuk bisa tampil dalam panggung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Strategi yang dikemukakannya dimulai dari masalah dana atau modal yang sulit didapatkan, masalah kemampuan atau SDM, teknologi yang digunakan, perbaikan infrastruktur, sampai pada aturan yang diberlakukan dalam undang-undang. Semuanya itu haruslah diperbaiki dan terintegrasi dalam usaha menunjang kebutuhan mengembangkan ekonomi rakyat. Kemudian cara kerja birokrasi pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien juga akan mendukung berjalannya ekonomi kerakyatan. Dengan demikian, kegiatan bisnis dan kegiatan masyarakat akan berjalan lancar dan mampu menumbuhkan kembali kepercayaan pada masyarakat
Implementasi gagasan ekonomi kerakyatan Adi Sasono lebih banyak terlihat ketika ia menjadi Menteri Koperasi dan PKM diantaranya program redisribusi aset yang meliputi Skim Kredit dan Pos Ekonomi Rakyat (PER). Program redistribusi aset ini merupakan realisasi dari gagasan Adi Sasono
perihal pemberian akses yang luas dalam permodalan dan layanan teknologi bagi para pengusaha kecil. Dengan adanya program skim kredit, para pengusaha kecil bisa mendapatkan modal dalam bentuk kredit bukan pemberian secara cumacuma. Skim kredit tersebut terdiri 17 macam skim yang salah satunya ialah Kredit Usaha Tani (KUT). Kemudian rakyat juga akan mendapatkan bimbingan serta layanan informasi dengan adanya (PER) sehingga diharapkan tidak ada lagi hambatan terhadap pengembangan ekonomi rakyat di Indonesia. Selain itu, Adi Sasono juga melakukan pembinaan dan pemerdayaan terhadap koperasi di Indonesia. Jika pada masa Orde Baru peran koperasi menjadi sangat kecil maka oleh Adi Sasono peran koperasi ditingkatkan lagi. Hal yang dilakukan Adi Sasono dalam pengembangan koperasi ini ialah menjadikan koperasi sebagai penyalur sembako kepada masyarakat yang pendanaannya didukung oleh berbagai pihak dari bank maupun pemerintah
Menurut Adi Sasono bahwa Pemikiran ekonomi Adi Sasono mengarah pada tujuan bagaimana caranya memberikan kesejahteraan untuk rakyat kecil dan melepaskan berbagai tekanan yang dialami oleh mereka. Adi Sasono menamakan gagasan ekonominya tersebut sebagai ekonomi kerakyatan. Gagasan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan Adi Sasono di Indonesia dilatarbelakangi oleh berbagai peristiwa sejarah di Indonesia. Salah satunya ialah peristiwa cultuurstelsel yang dianggap oleh Adi Sasono sebagai titik tolak dalam melihat kerangka ketergantungan dan keterbelakangan dalam persfektif sejarah Indonesia. Peristiwa cultuurstelsel tersebut menimbulkan efek negatif yang berkepanjangan yang memulai pengalihan surplus ekonomi dari Indonesia ke Negeri Belanda secara eksploitatif. Adi Sasono melihat ketergantungan tersebut masih berlangsung di Indonesia dan semakin menjadi-jadi sehingga muncul golongan konglomerat dengan tingkat perekonomian yang tinggi serta golongan rakyat kebanyakan yang tingkat ekonominya masih rendah. Selain itu, gagasan ekonomi Adi Sasono juga dibangun dari pengalaman sejarah pada masa Orde Baru yang pada akhirnya tidak kuat diterjang krisis ekonomi. Sistem produksi massal yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru bagi Adi Sasono telah menimbulkan kesenjangan ekonomi pada masyarakat Indonesia. Golongan konglomerat semakin menguat dengan ketimpangan ekonomi yang semakin menjauh dari rakyat kebanyakan. Sektor pertanian pun mengalami penurunan dibandingkan dengan sektor industri sehingga hal ini yang menjadikan gagasan Adi Sasono banyak tercurahkan untuk memberdayakan para petani. Adi Sasono ingin mengembalikan struktur perekonomian bangsa Indonesia sebagai negara agraria dan mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang dibangun di atas kekuatan bangsa sendiri. Penghapusan pengalihan kekayaan Indonesia serta ketergantungan terhadap luar negeri yang dimulai sejak kebijakan cultuurstelsel sampai pada masa Orde Baru menjadi akar dari gagasan ekonomi Adi Sasono. Adi Sasono memandang bahwa ketergantungan terhadap luar negeri tidak semestinya menjadi tumpuan ekonomi Indonesia. Masyarakat Indonesia sendiri yang harus menjadi pemegang kunci perekonomian Indonesia yang dihasilkan dari potensi rakyat kebanyakan. Adi Sasono memandang bahwa jika kemandirian dalam ekonomi tidak dimiliki bangsa Indonesia, pertumbuhan ekonomi akan memperlihatkan kondisi yang tidak sehat. Maka konsep ekonomi kerakyatan yang dikembangkan Adi Sasono semuanya berisi kebijakan bagi rakyat kecil khususnya pengusaha kecil dan menengah yang dinilai bisa menjadi akar pembangunan ekonomi Indonesia. Ekonomi kerakyatan Adi Sasono ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari pengembangan ekonomi tokoh besar Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Ir. Soekarno dengan dengan konsep ekonomi berdikarinya dan Mohammad Hatta yang dikenal sebagai peletak dasar-dasar demokrasi politik dan ekonomi di Indonesia. Pemikiran ekonomi tokoh-tokoh terdahulu tersebut sejalan dengan apa yang dikembangkan Adi Sasono yaitu berkenaan dengan pemberian ruang yang memadai terhadap masyarakat Indonesia untuk bisa mengembangkan perekonomiannya secara mandiri. Namun dalam gagasan ekonomi Adi Sasono ini, ia lebih memfokuskan pemikirannya pada usaha pemberdayaan rakyat kecil. Adi Sasono senantiasa mengusahakan bagaimana caranya agar perekonomian rakyat kecil bisa berkembang dan golongan yang perekonomiannya sudah mapan harus mendukung dan memberikan ruang terhadap itu. Hal inilah yang seringkali dinilai kontroversial oleh banyak pihak karena semua gagasan ekonomi Adi Sasono ini memang ditujukan kepada rakyat kecil khusunya pengusaha kecil dan menengah. Sedangkan para pengusaha yang sudah besar tidak mendapat bagian dari berbagai gagasan ekonominya tersebut. Salah satu pemikiran ekonomi Adi Sasono yaitu menciptakan keseimbangan antara pelaku ekonomi kecil, menengah maupun konglomerat. Maka langkah yang diambil Adi Sasono ialah menguatkan terlebih dahulu perekonomian rakyat kecil agar bisa berjalan beriringan dengan para pengusaha besar. Dari realitas sejarah yang telah dialami bangsa Indonesia, Adi Sasono memiliki keyakinan bahwa jika perekonomian Indonesia dibangun dari kemandirian dan kekuatan usaha kecil maka pembangunan ekonomi Indonesia akan memperlihatkan kondisi yang sehat. Keyakinan Adi Sasono terhadap kekuatan perekonomian rakyat terutama usaha kecil sebagai pondasi perekonomian Indonesia berawal dari kenyataan bahwa jumlah unit usaha kecil dalam perekonomian nasional yang jauh lebih banyak dari para pengusaha besar. Namun tingkat pendapatnnya jauh dibawah
Sinergi Pentahelix
yang menguasai teknologi, dialah yang akan menguasai dunia. Salah satunya telah dibuktikan oleh kemajuan Information and Communication Technology (ICT) yang sangat pesat, terlebih di tengah pageblug covid 19 saat ini. Adanya protokol kesehatan terutama physical distanching menjadikan ICT sangat penting kehadirannya akan mempermudah pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Era digital mencapai puncak kejayaannya, namun bagi kita masih ada sekitar 53% daerah yang tidak kerjangkau akses internet karena persoalan jaringan maupun kelistrikan. Disisi lain, pageblug atau pandemic Covid 19 belum dapat diatasi dan cenderung fluktuatif bahkan semakin tinggi. Perkembangan pandemi sulit diramalkan karena telah terjadi mutasi dan kemungkinan akan menambah jumlah korban dengan tingkat kematian mencapai 3%. Data Kementerian Kesehatan dan BNPB per tanggal 12 Maret 2021 menunjukkan bahwa kasus pendemi covid 19 trennya naik, ada sebanyak 1,19 juta orang terinfeksi positif, 993 ribu orang dinyatakan sembuh dan 32.381 orang meninggal. Sementara itu kasus di seluruh dunia berdasarkan data Worldmeters juga trennya naik; ada 108 juta orang terinfeksi positif, 60,5 juta dinyatakan sembuh dan 2,38 juta orang meninggal.
Dampak multi-dimensional yang ditumbulkannya pun sangat dalam sehingga mengakibatkan resesi ekonomi dunia dan menekan pertumbuhan ekonomi; sehingga negara harus hadir untuk menanggulangi penyebaran covid 19 dan pemulihah ekonomi nasional secara komprehensif, simultan, cepat dan tepat. In parallel, semua pihak harus gotong royong dan disiplin mentaati protokol kesehatan utnuk pencegahan penyebaran covid 19 membiasakan pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak fisik sebagai kebiasaan baru di era New Normal (menurut hemat penulis lebih tepat disebut Era Abnormal).
Dunia seolah tanpa batas
Kemajuan ICT membuat kita saling terhubung satu sama lain seolah dunia menyatu, tanpa batas (borderless) terlebih di kalabendu pageblug covid 19 maupun era Revolusi Industry 4.0 dan Society 5.0 ala Jepang. Terjadi dirupsi dan berdampak secara eksponensial pada semua aspek kehidupan, dalam hal ini mempengaruhi ekonomi digital, seperti bisnis online, startups, unicorn dan lain-lain baik di dalam maupun di luar negeri. Perubahan model bisnis dari offline ke online berimplikasi pada pola ekonomi dan perilaku masyarakat suatu negara yang seakan borderless dengan negara-negara lain di dunia. Bagi Indonesia, perlu percepatan dalam transformasi teknologi informasi maupun perluasan jaringan internet ke suluruh pelosok nusanatara agar masyarakat secara cepat mengadopsi sistem ekonomi digital diarahkan menuju kemandirian ekonomi yang mempertangguh ketahanan nasional sehingga memperkuat keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Namun, masih dijumpai adanya kendala dan tantangan yang harus segara diatasi menyangkut regulasi yang mengatur transaksi digital, perpajakan, perlindungan konsumen, maupun permasalahan internasionalisasi (akuisisi perusahan-perusahaan asing terhadap pelaku startups), terlebih di tengah pandemic covid 19. Sementara itu, persoalan dan tantangan ekosistem digital ekonomi masih bekisar pada permasalahan infrastruktur komunikasi, aplikasi dan content, sehingga akan sangat mempengaruhi terwujudnya kemandirian ekonomi maupun ketahanan nasional.
Penguatan Ekonomi Digital
Menurut Don Tapscoot bahwa Ekonomi Digital merupakan sosio politik dan sistem ekonomi yang memiliki karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen yang meliputi informasi, akses instrumen informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan informasi Setidaknya ada 3 (tiga) komponen utama yaitu infrastruktur e-bisnis (perangkat keras,perangkat lunak, jaringan komunikasi dan internet, Sumber daya Manusia, dll), e-bisnis (bagaimana proses bisnis dilakukan melalui internet), dan e-commerce (transaksi bisnis dilakukan, misal transfer barang dalam bisnis online, dll.),
Internet dan computer maupun smartphone menjadi platform utama dalam semua aktivitas ekonomi dari proses produksi hingga distribusi kepada konsumen yang semakin berkembang menjadi dunia e-anything yang memiliki dampak positif maupun negatif sehingga perlu penyiapkan sarana pendukung maupun kesiapan masyarakat agar tidak terjadi konflik sosial. Sehingga diperlukan platform IT (Informasi dan Telekomunikasi) yang otonom dan kuat demi kemandirian dan kedaulatan Republik Indonesia.
Berbicara kemandirian ekonomi menurut Adi Sasono harus yang melibatkan prakarsa dan partisipasi rakyat dalam memanfaatkan sumberdaya lokal yang tinggi berkeadilan, sehingga menjadi bangsa yang terhormat dan bermartabat. Kemandirian ekonomi tidak tergantung pada ekonomi asing, mengutamakan kekuatan sumber daya domestik untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan menentang dominasi maupun penjajahan. Oleh karenanya diperlukan penguatan produksi, distribusi, jaringan dan konsumsi domestik menjadi prioritas dalam membangun ekonomi rakyat. Di sisi lain, saat ini kita tidak saja dihadapkan pada persoalan jebatan utang (debt trap) tetapi juga jebakan budaya (culture trap) dalam mentrasformasikan ekonomi dan sosial untuk merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional yang berazas kebersamaan dan kekeluargaan sesuai Pasal 33 UUD NRI 1945.
Dikaitkan dengan kandungan Pasal 33 UUD NRI 1945 maka persoalan platform IT di era global saat ini merupakan bagian dari cabang-canag produksi yang menguasai hajat orang banyak, sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pun, penting untuk membumikan kembali Ajaran Trisakti Bung Karno dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu : berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Harapannya agar menjadi kondisi yang baik dalam melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Kondisi tersebut menjadi barometer ketahanan nasional yang merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketanggungan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.
Potensi pasar ekonomi digital atau potensi pasar e-commerce di Indonesia mencapai USD 44,2 miliar pada saat ini dan akan tumbuh sekitar 23% mencapai USD 133 miliar atau sekitar Rp1.762 triliunpada 2025, seiring dengan pembangunan infratruktur internet/digital. Alokasi anggarannya mencapai Rp 413 triliun untuk infrastruktur, dan untuk Teknolofi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebesar Rp 30 triliun. Niaga elektronik (e-commerce) menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia dengan pertumbuhan 54 % secara tahunan, dari 21 miliar dolar AS pada 2019 menjadi 32 miliar dolar AS di tahun ini. Setidaknya ada 5 (lima) sub-sektor ekonomi digital yang harus dikembangkan meliputi e-commerce, media online, transportasi online, perjalanan, dan layanan keuangan digital, serta menyentuh dua sektor baru, yakni teknologi pendidikan dan kesehatan (EdTech dan HealthTech). Dan yang sanbat penting, adalah mendorong Rakyat Indonesia sebagai produsen dalam layanan ekonomi digital, bukan sebagai konsumen atau pembeli yang ujung-ujungnya hanya menguntungkan pengusaha atau pun asing.
Lemahnya proteksi pelaku ekonomi digital
Ekonomi Digital semakin berkembang seiring dengan kemajuan IT, terlebih di tengah pandemic covid 19 dimana terjadi lock down ataupun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maka kehadiran ekonomi digital terutama di tingkat nasional semakin penting. Perkembangannya sangat pesat, misalnya sektor e-commerce dalam 4 (empat) tahun terakhir tumbuh lebih dari 12 x mencapai US$ 21 Miliar dan diperkirakan akan menjadi US$ 133 Miliar di tahun 2025. Sektor ride-hailing, termasuk UMKM-UMKM dan koperasi yang menjual produknya hingga mancanegara pun diperkirakan akan naik hingga US$ 18 Miliar di tahun 2025. Online travel pun tumbuh hingga 2.5 x dari sebelumnya sekitar US$ 10 Miliar di tahun 2025 diperkirakan akan naik sekitar US$ 25 Miliar.
Bank Indonesia sebagai regulator pun telah mendorong industry finanve technlogi (fintech) untuk memacu ekonomi digital dan telah melarang transaksi bitcoin karena peluang tehadap penipuan dan pencurian semacam fraud virtual currency. (Suharyono Soemarwoto dalam Kaltimpost, 16 Agustus 2018). Namun demikian masih diperlukan perlindungan hukum yang memadai berkeadilan sehingga diperlukan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Karena didalamnya beluam mengatur secara jelas mengenai transaksi, proteksi dan penyeleaian perselisihan antar para pelaku ekonomi digital. UU ITE ini juga belum cukup mengatur ekonomi digital sehingga perusahaan asing yang menikmati keuntungan dari kontribusi pasar di Indonesia yang mencapai lebih US$ 150 miliar/tahun, Indonesia tidak mendapatkan manfaat sedikitpun. Juga telah terjadi akuisisi startups (usaha rintisan) Gojek, Bukalapak, Tokopedia dan Traveloka oleh perusahaan-perusahan asing.
Problem koneksivitas internet
Kondisi geografis sebagai negara kepulauan yang sangat luas dapat menjadi kendala apabila komunikasi, transportasi dan system pemerintahan belum mendukungnya. Pengembangan jaringan melalui kable fiber optik tidak akan memadai, sehingga yang efektif dan efisien adalah pengembangan MSS (Mobile Satelite System) yang menjangkau seluruh wilayah nusantara, termasuk negara-negara tetangga. Saat ini jaringan internet baru menjangkau sekitar 47% di seluruh Indonesia, bigdata digital center berada di Singapura, ada sekitar 12.548 desa yang belum menikmati jaringan listrik terutama di daerah 3T (Tertinggal,Terdepan dan Terluar).
Ini pun berkaitan dengan ketersediaan energi baik minyak & gas, tambang, mineral maupun energy bari terbarukan (EBT) yang tidak memcukupi kebutuhan secara nasional. Saat ini PT Pertamina sebagai holding migas baru mengelola sekitar 39% dari seluruh wilayah kerja migas di Indonesia, selebihnya 61% masih dikuasai perusahaan asing. Pun, PT Inalum sebagai holding minerba baru mengelola batubara sekitar 7%, bauksit sekitar 13%, nikel sekitar 20%, timah sekitar 20% dan emas sekitar 9%; selebihnya masih dikuasai oleh perusahaan asing. Sementara itu, cadangan minyak Indonesia diperkirakan akan habis sekitar 10 tahun lagi, gas akan habis sekitar 21 tahun lagi; sehingga perlu akselerasi program nasional eksplorasi EBT (Energi baru Terbarukan). Pun, sangat memprihatinkan kaitannya dengan penguasaan asset nasional hanya oleh sekitar 1% warga negara yang menguasai sekitar 50%-nya berdasarkan laporan TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2019). Diperlukan keberpihakan negara untuk meredefinisi dan meredistribusikan penguasaan asset ini kepada seluruh rakyat secara berkeadilan.
Kendala Akses Teknologi dan Keuangan
Pelaku ekonomi kreatif berbasis internet disamping terkendala oleh konektivitas jaringan juga permasalahan keuangan. Mereka kesulitan mengakses perbankan untuk mendapatkan modal kerja yang hanya puluhan juta rupiah, akibat dari regulasi yang belum berpihak kepadanya . Kondisi ekonomi digital yang mulai tumbuh namun belum diikuti oleh keberpihakan negara maka mengakibatkan kerugian-kerugian baik menyangkut profitabilitas maupun keamanan terhadap kepentingan nasional. Oleh karena itu perlu pemantapan melalui kehadiran negara untuk mengatur dana mendayagunakannya agar semakin mandiri mendudkung ketahanan nasional sehingga pebangunan nasional dapat dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Permasalahan ekonomi digital juga ditentukan oleh factor manusia sebagai talent human capital yang menjalankan kegiatan ekonomi digital maupun menguasai teknologi. SDM Unggul harus benar-benar diwujudkan, bukan sekdar jargon-jargon politis belaka. Porsi 20% dari APBN yang dialokasi untuk sektor pendidikan harus benar-benar mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM Indonesia secara eksponensial agar memiliki daya saing handal di kancah regional maupun internasional. Kemudian, di era kemajuan teknologi harus diimbangi dengan kerjasama strategis melalui kemitraan pentahelix (government, academic, business, community and media) dengan leading sectornya Badan Ristek Nasional; serta dibarengi dengan peningkatan anggaran reseach and development (R&D) secara signifikan. Saat ini anggaran riset kita masih dibawah 1% dari APBN relative masih kecil dan tertinggal dengan negara-negara lain, misalnya Korea Selatan yang merdeka pada tahun yang sama dengan negara kita mampu menyiapkan anggaran riset sekitar 5 %.
Lemahnya Cyber Security Nasional
Platform IT masih dikuasai oleh perusahan-perusahaan asing,termasuk menguasai saham anak perusahaan BUMN sector telekomunikasi sehingga cuber security menjadi persoalan sangat serius dapat mengancam kepentingan nasional. Oleh karena itu, kita harus segera melakukan divestasi saham 100% untuk Indonesia. Dibarengi pembangunan MSS (Mobile Satelite System), platform IT sendiri, misal nusantara sebagai platform IT nasional pengganti google, facebook, twitter, yahoo, dan lain-lain di Indonesia.
Pemerintah dalam rangka mengembangkan ekonomi digital, bukan hanya adaptasi terhadap dampak pandemic covid 19 harus melakukan penguatan dalam pengembangan infrastruktur e-bisnis, proses e-bisnis, dan e-commerce secara integral untuk kepentingan nasional. Pemerintah pun harus menciptakan regulasi dan kebijakan yang mendukung ekosistem ekonomi digital serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan ekonomi seperti kenijakan keterbukaan sistem perekonomian yang berkeadilan, manajemen, hubungan ekonomi luar negeri, diversifikasi pemarasan, teknologi, struktur ekonomi, infrastruktur (sarana & prasarana), potensi SDM (Sumber Daya Manusia) serta potensi dan pengelolaan dana.
Ekonomi Digital di Kalimantan Timur
Menurut East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI), Kaltim menempati posisi 8 nasional dengan skor 37,9 poin penetrasi digital, tertinggi di Pulau Kalimantan, dan berada di level sedang secara nasional. DKI Jakarta memperoleh skor 79,7; Jawa Barat 55,0; Jawa Timur 49,7; DI Yogyakarta 46,7; Banten 44,8, Jawa Tengah 42,6 dan Bali 40,6. Indikator dari kondisi ekonomi digital yang diukur adalah ketersediaan infrastruktur internet 4G, tumbuh kembangnya startup (usaha rintisan dari ekonomi digital) di suatu daerah, SDM yang melek internet, daya akses warganya ke dunia maya maupun peengusaha yang go-digital. SDM masih reltif rendah karena program studi teknologi digital masih terbatas, termasuk masih rendahnya keewirausahaan sektor informasi dan komunikasi. Namun demikian, perkembangan ekonomi digital yang cukup pesat di daerah-daerah akan berdampak dampak positif terhadap pertumbuhan platform jual-beli online (e-commerce), transportasi online (ride hailling), jasa keuangan online (financial technology), hingga digitalisasi pariwisata (online travelling) sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat dan menopang ekonomi digital secara nasional. Sementara itu, East Ventures adalah pemodal ventura pertama yang berinvestasi di dua stratup Indonesia yaitu Tokopedia dan Traveloka yang kini menjadi unicorn. Kemudian, menurut Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur bahwa laju pertumbuhan transaksi e-commerce di Kaltim pada triwulan I 2019 mencapai 16,04 persen. Dengan metode transaksi e-commerce yakni 66 persen transaksi e-commerce dilakukan melalui transfer bankv dan melalui kios atau minimarket 13 persen dan pembayaran e-money dengan pangsa 11 persen.
Ke depan, perlu upaya penguatan terhadap ekonomi digital nasional maupun regional aantara lain membangun platform IT nasional secara mandiri, memindahkan digital database centre yang ada di Singapura ke Indonesia, merevisi UU ITE yang belum berpihak pada pelaku ekonomi digital, memperluas jaringan dan infrastruktur IT hingga ke pelosok nusantara, mempermudah akses teknologi dan perbankan bagi pelaku digital ekonomi nasional, UMKM dan Koperasi, memperkuat system siber nasional, dan lain-lain secara komprehensif dan terpadu dari pusat hingga daerah-daerah dengan bebasis pada kerakyatan. Harapannya ekonomi digital akan meningkatkan kesejahteraan rakyat maupun memperkokoh ketahanan nasional Republik Indonesia. (email : harysmwt@gmail.com).