MENELISIK SUMBER PANGAN KALTIM SONGSONG IKN

Admin Sep, 17 2022 0 Comment

Oleh : Dr.K.P.Suharyono S. Hadiningrat, MM. (CEO IMPI)

 

     JANGANKAN untuk warga baru IKN, untuk memenuhi kebutuhan pangan warga Kalimantan Timur saat ini tidaklah mencukupi. Inilah dicxy untuk mendeskripsikan kondisi sumber pangan Kalimantan Timur saat ini. Produksi beras lokal sekitar sekitar 142,32 ribu ton/tahun tidak mencukupi untuk sekitar 3,8 juta orang penduduk (Update BPS Kalimantan Timur); sehingga harus mendatangkan dari daerah lain, seperi Kalimantan Selatan. Jawa dan Sulawesi. Dari produksi tersebut, dikontribusi oleh kabupaten/kota masing-masing sebesar 42,69 persen dari Kutai Kartanegara, 21,24 persen dari Paser, 17,22 persen dari Penajam Paser Utara; dan 18,85 persen dari kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Timur. Di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sendiri dimana IKN Nusantara berada,  kebutuhan beras mencapai 15.791 ton/tahun untuk sekitar 180 ribu orang penduduk, masih surplus sekitar 21.570 ton atau sekitar 58 persen pada awal tahn ini dengan produksi sekitar 37.361 ton/tahun. Sementara itu, kebutuhan beras untuk warga baru IKN diproyeksikan sekitar 450 ribu ton/tahun untuk sekitar 5 ribu orang penduduk. Hal ini berdasarkan Data Badan Kdetahanan pangan Kementan bahwa rata-rata penduduk Kalimantan Timur mengkonsumsi berasa sebanyak 84,1 kg/tahun; sehingga dengan proyeksi jumlah penduduk pada tahun tertentu dapat dihitung perkiraan kebutuhan beras. Lebih dari itu, bahwa yang menjadi kebutuhan pagan bukan hanya beras, namun mencakup semua kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini semakin menjadi tantangan tidak mudah, karena jumlah  SDM Pertanian terbatas, bahkan diperkirakan profesi petani bakal habis di tahun 2063.

     Potensi Sumber Pangan Kaltim

     Data BPS Kalimantan Timur menjelaskan bahwa Produksi beras Kalimantan Timur pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 142,32 ribu ton, mengalami penurunan sebanyak 10,33 ribu ton atau 6,77 persen dibandingkan produksi beras di 2020 yang sebesar 152,65 ribu ton.  Turunnya produksi berask Kaltim tidak terlepas dari faktor, luas panen padi pada 2021 mengalami penurunan sebanyak 7,3 ribu hektar atau 9,92 persen, atau tinggal sekitar 66,27 ribu hektar, dibandingkan 2020 yang sebesar 73,57 ribu hektar. Dengan Luas panen padi pada 2021 mencapai sekitar 66,27 ribu hektar, mengalami penurunan sebanyak 7,3 ribu hektar atau 9,92 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 73,57 ribu hektar. Kondisi ini menjadikan sector pertanian menjadi sangat penting dimana sector ini menjadi merupakan penyumbang terbesar keempat terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur. Dan pada tahun 2021, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan sebesar 8,48 persen terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2021.

     Sementara itu, NTP (Nilai Tukar Petani) tahun 2022 sebesae 121,54 atau turun 9,88 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya.dikarenakan adanya penurunan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) dan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib). NTP ini menunjukkan  indikasi secara umum mengenai daya beli komoditas/produk pertanian terhadap barang dan jasa yang saat ini dibeli oleh petani baik untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari maupun untuk biaya produksi dan penambahan barang modal. Dengan Angka keseimbangan NTP adalah 100. Jika di bawah 100 berarti petani merugi, jika tepat 100 berarti kehidupannya pas-pasan, dan jika di atas 100 berarti petani untung. Sementara itu, jumlah orang miskin di Kaltim sebesar 236.25 ribu orang, meningkat 3,12 ribu orang terhadap September 2021 atau naik menjadi 6,31 persen. Dan umumnya yang miskin adalah petani penggarap atau buruh tani. Jumlah petani 56.280 dan 10.407 anggota atau jaringan petani milenial yang tersebar pada 10 kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Timur. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan luasan wilayahnya.

     Dengan kondisi ini maka perlu langkah strategis, komprehensif dan focus antar semua pemangku kepentingan dari pusat hingga daerah guna mempersiapkan sumber pangan yang memadai untuk warga baru IKN. Tiap-tiap kabupaten/kota harus dipersiapkan sebagai daerah penyangga IKN berbasis keunggulan kompetitif, baik pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengedepankan paradigma, prinsip dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Ada 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang harus menjadi arah pembangunan saat ini, yaitu : (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

     Nusamba Bojaserakarta Plus

     Dalam artikel tahun lalu, penulis memiliki gagasan bahwa guna mendukung IKN Nusantara perlu dipersiapakan pengembangan kota metropolitan NUSAMBA BOJASERAKARTA (Nusantara, Samarinda, Balikpapan, Bontang, Penajam Paser Utara, Paser dan Kutai Kartanegara) yang holistik dan terpadu semacam Jabodetabek sebagai daerah penyangga ibu kota Jakarta, plus 12 provinsi di Indonesia Timur.    Terkait dengan dukungan kebutuhan pangan maupun sektor lainnya,  harus dipersiapkan pembangunan berbasis pengembangan SDM di seluruh kabupaten/kota (terutama di wilayah 12 Provinsi di Indonesia Timur) yang memenuhi prinsip dan tujuan Pembangunan Berkelanjutan sehingga ketimpangan tidak semakin tajam karena semakin tertinggal dengan pembangunan IKN Nusantara. Untuk produk-produk unggulan tiap-tiap Kabupaten/Kota sebagai sentra-sentra produksi pertaninan, misalnya sentra padi, cabai dan bawang merah di Kabupaten Penajam Paser Utara, Paser dan Kutai Kartanegara. Sentra sea food di Balikpapan, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Samarinda dan Bontang. Sentra Jagung, bawang putih dan merah di Kutai Barat dan Berau. Kemudian beberapa kabupaten di wilayah Kalimantan Utara  misa;nya Sentra padi dan jagung di Kab Malinau, sentra sea food di Tarakan, sentra padi, jagung, cabai dan sayur mayur di Bulungan.

     Sementara itu, menurut data Kementan bahwa proyeksi kebutuhan pangan di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk sebesar 3,5 juta jiwa (belum termasuk warga baru IKN) untuk komoditas beras sebesar 295,8 ribu ton dengan prsenetase saat ini baru mencapai 47,2% dari kebutuhan. Jagung 275,3 ribu ton atau 40% dari kebutuhan, Bawang Merah 10,2 ribu ton atau 8,1% dari kebutuhan serta Cabai 9,1 ribu ton.  Pun, harus diperhatikan, dengan Perubahan status daerah menjadi ibu kota baru tidak boleh membuat lahan di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara mengalami alih fungsi lahan dari sawah ke perkantoran atau permukiman sehingga mengganggu produksi beras di daerah setempat.

     Kemudian, kebutuhan selain beras misalnya daging sapi. Dengan rata-rata konsumsi daging sapi di Kaltim pada 2017 adalah 2,5 kg/tahun, ke depan ibu kota negara akan membutuhkan hingga 12.750 ton daging sapi. Pada 2018, produksi daging sapi di provinsi itu baru mencapai 7.944 ton. Jumlah itu menurun bila dibandingkan 2017 lalu yang memproduksi 8.241 ton daging sapi. Kebutuhan telur, dengn rata-rata konsumsi per oarng per tahun sebesar 7,8 kg maka harus dipersiapkan peternakan ayam petelur yang memaadai. Pun sayur mayur, tingkat produksi di Kalimantan Timur baru mencapai sekitar 95.921 kuintal pada 2018. emudian buncis 56.631 kuintal, labu siam sekitar 1.284 kuintal, dan bayam 47.377 kuintal. Begitu juga dengan pangan lainnya seperti gula, bumbu-bumbuan, buah, sampai susu.Sehingga perlu dukungan dari daerah penyangga IKN yang memadai. Namun perlu mendapat perhatian agar masyarakat local di daerah IKN mendapat affirmative policy (kebijakan keberpihakan) yang memadai agar kualitas SDM mereka setara dengan saudara-saudara sebangsa dan setanah air di Pulau Jawa. Harus ada pemberdayaan masyarakat berbasis sains dan teknologi yang humanistis kultural. Bukan sekedar ketrampilan menyulam untuk ibu-ibu rumah tangga, namun lebih dari itu pembekalan ketramlilan yng nantinya dibutuhkan IKN. Hal ini tidak mudah, mengingat tidak ada tokoh dan pejabat Kaltim yang berada di jajaran pimpinan Badan Otorita IKN sehingga tidak bisa terlibat secara langsung dalam proses perencanaan dan pembangunan IKN. Saat ini saja, berdasarkan desas-desus yang beredar bahwa proyek-proyek yang sekarang berlangsung di wilayah IKN dinikmati oleh kontraktor-kontraktor dari luar Kaltim, termasuk pekerjanya; sehingga pengusaha dan pekerja local banyak yang menjadi penonton.

     Pangan dan Energi sebagai Isu Sentral

     Pangan dan energi akan menjadi persoalan krusial di masa mendatang mengingat kedua hal tersebut merupakan isu sentral bagi semua negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Perselisihan aupun peperangan terjadi pada umumnya dipicu oleh kedua hal tersebut. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang vital di kehidupan manusia. Sektorpertanian memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pencapaian tujuan. Ini menjadi tantangan yang tidak mudah, mengingat tahun 2063 diprediksikan oleh Bappenas bahwa profesi petani akan hilang.

     Minat generasi milenial terhadap profesi petani sangat rendah. Mereka lebih tertarik ke kota untuk mengadu nasib cari profesi lain yang lebih memberikan harapan dan menjanjikan untuk meraih kesejahteraan; bukan miskin sepertikebanykan petani penggaran/buruh tani. Menurut data Bappenas bahwa pada tahun 1976 proporsi pekerja Indonesia di sektor pertanian mencapai 65,8 persen. Namun, di 2019 turun signifikan menjadi hanya 28 persen. Jika tren turunnya sama maka  secara linier di tahun 2063 profesi poetani akan hilang. Dan ini akan menjadi malapetaka kemanusiaan untuk kita semua. Oleh karena itu, pemerintah melalui kementan harus benar-benar out of the box mencari solusi terbaik. Kemjudian, menyangkut energi nasional pun semakin memprihatinkan.

     Kita untuk memenuhi kebutuhan BBM harian secara nasional harus impor sekitar 800 ribu barrel per hari, karena produksinya hanya sekitar 600 ribu barrel per hari, tidak mencukupi BBM yang dibutuhkan tiap harinya sebesar 1,4 juta barrel. Sementara itu, program bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2021 baru mencapai 11.5 persen. Kondisi ini menjunjukkan bahwa energi yang berasal dari fosil masih menjadi kebutuhan utama bagi keperluan kita. Ini semua, perlu effort yang luar biasa dan kerja extra ordinary untuk mencapainya; bukan sekedar menikmati gaji besar yang dinikmati oleh bos-bos BUMN Migas dan energi lainnya.

Admin

IMPInews.com - Akurat & Terpercaya

Artikel Terkait

PPDB 2023 DARI BALIKPAPAN UNTUK INDONESIA MAJU

PEMBANGUNAN IKN NUSANTARA PERSPEKTIF EKONOMI HIJAUsepktif Ekonomi Hijau

PENTINGNYA “PANDU DIABETES”

PACU EKONOMI BIRU, AKSELERASI INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA

TAHUN BARU 2023 SEMAKIN RUMIT DAN PENUH TANTANGAN

ERA KETERGATUNGAN KOMPLEKS