SDM UNGGUL DAN DEGRADASI NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN

Admin Jan, 11 2022 0 Comment

Oleh :  DR. K.R.R.A. Suharyono S. Hadiningrat

 

     KEUNGGULAN Kompetitif (competitiveness advantage) harus dijadikan barometer dalam menyiapkan program dan peta jalan SDM Unggul menuju Era Bonus Demografi 2030 dan Indonesia Emas 2045; terlebih jumlah kekayaan alam kita semakin menitis dan masih banyak yang dikuasai investor asing. Posisi strategis Republik Indonesia disamping sebagai peluang juga sekaligus sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara dan ketahanan nasional. Misalnya, kita menyaksikan ribuan kapal ikan yang mencuri di perairan yuridiksi nusantara sepertu Pulau Natuna Utara maupun pulau-pulau nusantara lainnya. Pengalaman pahit masa lalu dengan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan maupun penjualan asset-asset milik negara oleh rezim pemnguasa sebelumnya harus menjadi pelajaran dan semua kita harus komitmen tidak melepaskan rumah dan pekarangan kita.

     Di sisi lain, untuk mencukupi kebutuhan energi nasional pun kita harus impor BBM (Bahan Bakar Minyak) sekitar 900 ribu barrel/day; karena produksi kita hanya sekitar 700 ribu barell/day sementara kebutuhan energi sebesar 1.6 juta barrel/day. Ini membuktikan bahwa pembangunan sektor energi masih jauh dari harapan; jangankan untuk mempersiapkan kebutuhan generasi yang akan datang, untuk memenuhi kebutuhan saat ini saja harus impor. Sementara itu, rakyat pun harus cerdas mencermati proses bisnis sektor energi dimana ada rencana IPO (Initial Public Offering) terhadap BUMN; dimana akan terjadi penjualan saham milik negara kepada publik. Pengalamna buruk masa lalu bakal bakal terjadi seperti penjualan PT.Indosat yang hingga kini mayoritas sahamnya dikuasai asing. Hal tersebut, menurut para ahli yang pro-nasionalisme benar-benar bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, dimana cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Persoalan energi telah menjadi issue global yang kian memanas dan dapat mengakibatkan krisis energi aupun lainnya. Sementara itu,  Energi Baru Terbarukan (EBT) perlu diakselerasi implementasinya agar bauran energi nasional yang dicanangkan benar-benar terwujud, mengingat cadangan energi fosil semakin terbatas dimanan cadangan minyak sekitar 9 tahun lagi akan habis dan cadangan gas sekitar 20-an tahun lagi akan habis. Pun harus diwaspadai adanya model turn key project (proyek terima jadi) yang dimainkan oleh para investor asing terhadap penguasaan sumber kekayaan alam maupun proyek-proyek investasi lainnya. Investor model ini adalah mempertaruhkan kedaulatan dan kemandirian bangsa dan negara; karena di dalam proses pembangunannnya sepenuhnya menjadi urusan urusan ivestor, termasuk tenaga kerja kasar sekalipun dibawa dari negara mereka.

     SDM Unggul

     Pembangunan Manusia Indonesia menjadi SDM Unggul Pancasilais Sejati yang memiliki iman & taqwa (imtaq) dan menguasai ilmu pegetahuan & teknologi (iptek) yang berjiwa nasionalisme, patriotisme dan nilai-nilai kepahlawanan harus terus ditumbuhkembangkan secara komprehensif dan melibatkan semua elemen bangsa berbasis pentahelix (pemerintah, akademisi, industri, masyarakat dan media) serta teladan yang baik dari para pimpinan nasonal hingga ke pelosok negeri. Namun, saat ini dirasakan adanya krisis tokoh yang dapat dijadikan teladan bagi rakyat pasca euforia Reformasi 1998 karena hilangnya Pancasila di wacana publik, biaya-biaya politik yang sangat mahal, politik dinasti/kader karbitan, pencalonan pimpinan nasinal maupun daerah  yang kental percukongan oleh pemilik modal & permburu rente maupun money politik yang memperjualbelikan suara dan jabatan. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan kemerosotan/degradasi nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme, patriotisme dan kepahlawanan.

     Berbicara penyiapakan SDM Unggul harus ada komitmen yang komprehensif dari semua elemen bangsa berbasis pada kemitraan strategis penta helix (pemerintah, akademisi, masyarakat, industri dan media). Dimana, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan harus benar-benar simultan, fokus dan mengacu pada grand design yang spektakuler menuju era bonus demografi 2030 maupun Indonesia Emas 2045. Diperlukan pula peta jalan (road map) yang pro kepentingan nasional agar SDM Unggul yang dipersiapkan benar-benar menjadi nasionalis yang memiliki jiwa-jiawa Pancasilais sejatai dan mengutamakan nasionalime, patriotisme dan nilai-nilai kepahlawanan lainnya.

     Degradasi Nilai-Nilai Kepahlawanan

     Degradasi/merosotnya nilai-nilai kepahlawanan sungguh memprihatinkan, terlebih di kalangan milenial yang banyak dipengaruhi oleh pengaruh asing, medsos maupun tidak adanya sosok yang patut dijadikan teladan. Para pimpinan banyak yang masuk hotel prodeo, dipenjara karena kasus-kasus KKN, misalnya tertangkapnya RE, Walikota Bekasi oleh KPK. Merosotnya nilai-nilai kepahlawanan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara; ini ditunjukkan antara lain dari hasil survai yang dilalukan Lemhannas (Lembaga Ketahanan Nasional) beberapa waktu lalu. Hasilnya sangat mencengangkan dimana ungguh menyedihkan dan dapat mengancam keberlanjutan NKRI. a) 46,2 persen responden berpendapat bahwa nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi tokoh politik/anggota DPR masih lemah. b) 50,6 persen responden berpendapat, bahwa penjiwaan nilai kepahlawanan dalam masyarakat juga makin lemah. c) 50,1 persen responden berpendapat, bahwa nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi aparat penegak hukum masih rendah. d) 48 persen responden menyatakan keberaniannya dalam mengungkap berbagai tindakan melanggar hukum (korupsi, narkoba, dan kriminalitas). Di sisi lain, dari 437 responden di 12 provinsi yang disampling, dihasilkan sebesar 52,2 persen responden mengungkapkan adanya bentuk penjajahan masa kini, yaitu penjajahan di bidang ekonomi.

     Semangat Heroisme

Para pahlawan merupakan aset dan kekayaan nilai-nilai bagi bangsa. Karena mereka telah mendarmabaktikan jiwa raganya untuk mencapai, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Dari mereka, semangat heroisme dan nasionalisme berkobar dan tiada henti mengisi relung-relung kehidupan berbangsa dan bernegara.

In parallel, atas berkat rahmat Allah mereka diberikan taufik dan hidayah sehingga mampu membela NKRI sampai titik darah yang penghabisan. Menurut Tony R Shancez dalam Heroes, Values, and Transcending Time  menegaskan, bahwa semangat kepahlawanan (spirit of heroism) sangat penting diinternalisasi dalam membentuk karakter bangsa melalui pendidikan nilai dan dalam mempromosikan nilai-nilai kewarganegaraan yang positif dan efektif (effective citizenship).

Nilai-nilai kepahlawanan seperti religiositas, keberanian, ketekunan (perseverance), kerelaan berkorban dan mengambil risiko demi memberi manfaat bagi orang lain, altruisme, serta loyalitas nasionalisme hanya mungkin ditransmisikan melalui proses edukasi nilai.

Spirit kepahlawanan mutlak harus dimiliki para pemimpin bangsa agar kiblat bangsa tidak salah arah dan belok kepada bukan kepentingan rakyat dan negara. Pemimpin yang berjiwa kepahlawanan pasti tidak akan korupsi karena mereka berjiwa kaya hati dan budi, tidak berwatak serakah. Kepemimpinan berbasis spirit kepahlawanan akan diaktualisasi dengan melayani, mengayomi, menyayangi, dan menginspirasi rakyatnya sepenuh hati.

Para pemimpin agama, umat, dan bangsa idealnya menjadi teladan terdepan dalam aktualisasi nilai-nilai kepahlawanan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Para pemimpin yang mencintai negeri ini harus memberi contoh yang baik dalam membangun dan mengembangkan budaya antikorupsi, anti-miras, antinarkoba, antiprostitusi serta aneka kemaksiatan politik dan sosial lainnya.

Kita sadari bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia tercapai berkat perjuangan para pahlawan, yang perlu dikenang dan dilanjutkan oleh generasi muda untuk menyelesaikan berbagai persoalan sesuai zamannya.

     Edukasi & Internalisasi Nilai-Nilai Kepahlawanan

     Menurut Albert Bandura, warga bangsa itu belajar berperilaku dengan meniru model (panutan) yang dapat dilihat dan diamati, terutama para pemimpin sebagai figur publik. Sebagai contoh, seorang anak itu menjadi perokok pada umumnya bukan karena kemauan hatinya, tetapi karena meniru orang dewasa atau teman sebaya yang juga perokok.

Akibatnya anak menjadi ketagihan dan sulit melepaskan diri dari kecanduan rokok. Demikian pula, meskipun sudah ada KPK, perilaku korup terus ditiru tanpa ada rasa jera karena politisi dan sebagian pemimpin di negeri ini terus memberi contoh korupsi tanpa henti.

Edukasi nilai kepahlawanan akan berfungsi transformasi mental spiritual secara efektif bagi peserta didik dan warga bangsa apabila semua pihak memberi apresiasi dengan memetik pelajaran moral bagi pembangunan bangsa. Melalui edukasi nilai kepahlawanan, warga bangsa diajak untuk memiliki kesadaran historis bahwa bangsa ini merdeka karena berkat rahmat Allah dan perjuangan para pahlawan bangsa.

Mayoritas pahlawan memang pejuang kemanusiaan dan kebangsaan. Dalam konteks kekinian, edukasi nilai kepahlawanan harus bersifat inklusif, terbuka, dan multidimensional. Pahlawan bukan hanya pejuang yang gugur di medan perang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga pejuang sejati yang tulus tanpa pamrih dan pencitraan, membela kaum lemah dan tidak berdaya, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan peradaban umat manusia.

Para ulama, ilmuwan, saintis, sastrawan, seniman, dan sebagainya layak dijadikan sebagai figur teladan dalam edukasi nilai-nilai kepahlawanan. Intinya perlu panutan yang kharismatik yang benar-benar membumi untuk menjadikan pahlawan sebagai panutan yang paling efektif untuk edukasi nilai.

Kontekstualisasi spirit dan nilai kepahlawanan melalui proses pendidikan berbasis keteladanan dari para pemimpin politik dan agama, tokoh, pendidik, pejuang, artis, aktivis, buruh dan sebagainya merupakan sebuah keniscayaan. Dengan demikian, edukasi nilai-nilai kepahlawanan sangat signifikan untuk menumbuhkembangkan budaya dan karakter positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Krisis jiwa kepahlawanan yang hingga kini masih mendera bangsa ini harus segera diakhiri dengan edukasi nilai kepahlawanan. Model edukasi ini sungguh merindukan sosok pemimpin yang adil dan layak diteladani integritas moralnya serta penegak hukum yang jujur dan membela yang benar, bukan membela yang bayar.

Edukasi nilai juga mendambakan pengusaha yang jujur, dermawan, dan tidak suka menyuap pejabat; polisi yang mengayomi dan melindungi masyarakat, tidak menakuti dan dibenci rakyat; politisi yang jujur, berkarakter mulia, dan tidak menghalalkan segala cara. 

Jika edukasi nilai-nilai kepahlawanan dapat ditampilkan semua pihak melalui media massa, surat kabar maupun televisi yang jujur, netral, dan berimbang, niscaya kiblat pembangunan peradaban bangsa ini akan berada dalam jalannya yang lurus dan benar sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Perlu hadirnya peran negara yang lebih intensif dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada  segenap elemen bangsa melalui metode yang mutakhir yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Harapannya semua pemimpin negeri ini, semua pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif dan TNI/Polri dapat menjadi teladan baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ke depan perlu dimantapkan empat karakter yang harus dimiliki bangsa kita melalui proses pendidikan, meliputi: 1) Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan(konservasi moral. 2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain berupa budi pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh pejuang bangsa dan NKRI, para pemimpin bangsa.

3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan (pembangunan berkelanjutan, konservasi lingkungan). 4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, proses dan hasil, kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).

     Menghargai Jasa Pahlawan

     Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya yang telah mengorbankan segenap jiwa raga dan harta demi kejayaan bangsanya. Sungguh peristiwa heroik arek-arek Soerabaja (Surabaya) yang dipimpin Bung Tomo melawan penjajah Belanda pada 10 November 1945 patut dijadikan teladan bagi kita. Hari Pahlawan, bukan sekadar diperingati dengan upacara, pawai dan lomba-lomba namun lebih dari itu harus mampu memotivasi anak negeri ini untuk berbuat lebih baik bagi bangsa dan NKRI.

Nilai-nilai kepahlawanan harus ditularkan kepada generasi muda melalui pendidikan keluarga, pendidikan formal di sekolah/perguruan tinggi maupun pendidikan nonformal. Output yang diharapkan mereka akan meneladani para pahlawan sehingga bangsa dan NKRI menjadi besar, berdaulat, bermartabat, berkesejahteraan, berkeadilan, dan berkemajuan.

Menurut Ki Hajar Dewantara ada tiga karakter yang harus dimiliki bangsa ini, yaitu niteni (memerhatikan dengan seksama), nirokake (menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain), dan nambahi (melakukan improvisasi/perbaikan).

Generasi zaman now, harus tanggap atas kondisi kekinian. Jangan terjebak perilaku miring seperti narkoba, pergaulan bebas, pergaulan tidak normal, hedonisme, materialistik maupun vandalisme lainnya. Kalian harus tampil dengan penuh prestasi luar biasa dalam mempersiapkan diri menjadi calon-calon generasi penerus bangsa dengan berbekal. Dan sebaik-baik bekal adalah taqwalloh.

     Ajaran Trisakti Bung Karno

Setelah 76 tahun merdeka, semestinya kita menjadi bangsa yang berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan sebagaimana ajaran founding father kita, Bung Karno. Namun, kenyataannya masih jauh dari harapan; sehingga perlu penyelesaian melalui berbagai langkah dan tindakan strategis, integral, terus-menerus, bertingkat dan berkelanjutan sejak dini. Minimnya tokoh panutan (role model) merupakan salah satu penyebab persoalan ini. Banyak pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif yang tidak amanah dan korupsi. Raturan kepala daerah dan pejabat yang ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK, di luar anggota legislatif maupun aparat penegak hukum lainnya. Terkait kasus kepala daerah dan legislatif ini juga akibat dari sistem perpolitikan kita yang berbiaya ultra-mahal.

    SDM Unggul dan merosotnya nilai-nilai kepahlawanan menjadi tanggung jawab kita semua, terutama pemerintah untuk mengatasinya melalui program yang berkesinambungan serta didukung semua elemen anak negeri. Harapannya, generasi zaman now mampu mewarisi nilai-nilai kepahlawanan sehingga bersedia berbuat yang terbaik dan menjadi pahlawan-pahlawan zaman now untuk kejayaan bangsa dan NKRI. Semoga.( e-mailharysmwt@gmail.com.)

Admin

IMPInews.com - Akurat & Terpercaya

Artikel Terkait

KEPRAJURITAN 45 PEMUDA INDONESIA

SDM UNGGUL DAN DEGRADASI NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN

Pakar: Pemindahan Ibu Kota Negara tak Tingkatkan Ekonomi