REFLEKSI SEPEREMPAT ABAD REFORMASI 1998 PERSPEKTIF KETAHANAN NASIONAL

Admin Jul, 11 2023 0 Comment

Oleh ; Dr.KP.Suharyono S.Hadiningrat           

(Professional Expert of Lemhannas R.I)

     PANCASILA hilang dari wacana publik dan terjadi degradasi dalam pengamalannya adalah proxy yang tepat untuk mendiskripsikan sebagai dari perjalanan pasca reformasi 1998 gatra ideologi. Terjadi degradasi pengamalan nilai-nilai Pancasila akibat dari tidak diajakrkan lagi pendidikan Pancasila di lembaga pendidikan formal. Kondisi demikian menjadikan ketahanan nasional gatra ideologi sangat rawan, karena nilai-nilai Pancasila lambat laun tereduksi dan memberikan peluang munculnya ideologi-ideologi lain baik ekstrim kanan maupun kiri. Reformasi saat itu terjadi euforia menolak apa pun yang telah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru, salah satu diantaranya SU MPR RI yang mencabut ketetapan tentang Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila dan penegasan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara melalui Ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 Tahun 1998. Setelah 14 tahun pasca reformasi barulah disadari pentingnya internaliasasi nilai-nilai Pancasila bagi seluruh WNI, salah satu diantaranya ditetapkannya UU No.12 Tahun  2012 tentang Pendidikan Tinggi, yakni Pasal 35 Ayat 5 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Kevakuman selama 14 tahun berdampak sangat buruk terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila, terlebih bagi generasi mileneal yang tidak mengenal pendidikan Pancasila. Mereka sangat rentan oleh pengaruh ideologi asing yang sangat masif yang disebarluaskan melalui media digital.

     Menurut Yudi Latif, harus dilakukan reaktulasi Pancasila bagi seluruh warga negara Indonesia untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan daya juang agar Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila, dan korespondensi dengan realitas sosial. Dalam kaitan ini, Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal, serta menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara. Dari perspektif ketahanan nasional untuk gatra ideologi masih tergolong rawan akibat dari kevakuman internalisasi nilai-nilai Pancasila selama 14 tahun sehingga perlu penguatan kembali secara holistik dan itegral. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para ektrimis kiri maupun kanan untuk mencoba bangkit kembali.

 

     Tuntutan Reformasi 1998

     Aksi demo mahasiswa dan rakyat pada Mei 1998 yang menuntut Presiden Soeharto mundur akibat krismon, akhirnya terwujud pada tanggal 21 Mei 1998, dimana Presiden Soeharto menyatakan mudur dan digantikan oleh B.J.Habibie. Padahal saat itu Presiden Soeharto posisinya sangat kuat dan mendapatkan kewenangan khusus sesuai Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila. Namun hal ini tidak dipergunakannya demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.

Ada 6 tuntutan reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat yang ikut demo di Gedung MPR pada Mei 1998, yaitu : a) adili Soeharto dan pengikutnya; b) amandemen UUD 1945; c) otonomi daerah seluas-luasnya; d) hapus dwifungsi ABRI; e) hapus KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme); dan f) penegakkan supremsi hukum. Sudah 25 tahun gerakan reformasi berjalan, namun agenda perubahan masih menjadi pekerjaan rumah. Dibutuhkan komitmen para elite untuk terus menuntaskan amanah reformasi. Skiptis memang, karena banyak bermunculan nama-nama baru, dimana saat reformasi 1998 mereka tidak muncul dan entah dimana mereka berada. Terlebih ranah politik, banyak narasi tendensius untuk membenarkan argumennya, apalagi tuntutan reformasi tidak diformalkan dalam bentuk produk hukum misalnya Ketetapan MPR RI yang bersifat mengikat.

    Reformasi Gatra Politik

    Centang perentang dan tarik ulur kepentingan dalam perpolitikan Indonesia pasca reformasi 1998 mengalami pasang surut.   Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 November 1998 menetapkan perubahan untuk mengakomodasi tuntutan reformasi. Ketetapan-ketetapan itu antara lain : a) Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998, yang memungkinkan UUD 1945 diamandemen; b) Ketetapan MPR No.XII Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila; c) Ketetapan MPRNo.XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa); d) KetetapanMPRNo.XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode; e) KetetapanMPRNo.XVTahun1988,tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; f) Ketetapan MPR No XI Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kemudian, terdapat sejumlah perubahan lembaga negara yaitu dihilangkannya  Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai penasihat presiden. Dibentuk Lembaga baru Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

     Dengan dibukanya kran kebebasan berpendapat dan beserikat, muncul parpol baru yang banyak jumlahnya. Yang lolos verifikasi administrasi dan faktural pada Pemilu 1999 sebanyak 48 parpol, dibandingkan sebelumnya hanya 3 parpol dengan azas tunggal Pancasila. Kini ada 18 parpol peserta Pemilu Serentak 2024 yang terdiri dari 9 parpol lama yang memperoleh kursi di DPR RI dan 9 parpol baru).  Produk UU mengenai pemilu berubah sesuai keperluan parpol dan pemerintah, termasuk wacana sistem pemilu tertutup dimana pemilih hanya mencoblos gambar parpol untuk pemilihan anggota legislatif; padahal sebelumnya dianut sistem pemilu terbuka (kini sedang dalam persidangan Judicial Review di MK).

     Reformasi polilitk melalui otonomi daerah hasilnya pun belum sesuai harapan, banyak daerah pemekaran yang tidak kunjung maju dan mensejahterakan rakyat; malah sebaliknya banyak kepala daerah yang tertangkap KPK karena korupsi. Politik berbiaya super mahal ini menimbulkan politik cukong dimana para pengusaha membiayai calon tertentu untuk maju dalam kontestasi pemilu karena yang bersangkutan tidak punya uang; akibatnya banyak yang terjerat kasus korupsi. Menurut data kemendagri bahwa  biaya pencalonan bupati dan wali kota berkisar Rp 20-30 miliar, sedangkan pencalonan gubernur diperkirakan Rp 20-100 miliar.
Di sisi lain tumbuh subur politik dinasti, politik identitas, politik belah bambu, money politic (termasuk mahar politik) untuk membeli suara rakyat agar memilih calon tertentu degan imbalan sejumlah uang. Koncoisme pun meraja lela tanpa tedeng aling-aling, sehingga yang terpilih adalah yang membayar, bukan yang memiliki kualitas dan integritas yang andal. Otonomi daerah belum dapat mensejahterakan rakyat di daerah bahkan sebaliknya korupsi meraja lela. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2022. Rinciannya, terdapat 22 gubernur dan 154 walikota/bupati dan wakil yang juga berurusan dengan KPK. Baru-baru ini seorang Menteri dan semua anggota DPRD di Bolaang Mangondo Sulawesi Utara menjadi tersangka.

     Tantangan terbesar ke depan menurut Andi Widjayanto Gubernur Lemhannas R.I,  sebagaimana terdapat dalam laman lemhannas adalah politik identitas, misinformasi yang terkait dengan hoaks dan hate speech. Solusinya  diperlukan regulasi yang tegas yang tidak menabrak prinsip-prinsip demokrasi tentang kebebasan berpendapat; literasi digital menjadi kunci bagi Indonesia untuk melakukan mitigasi eskalasi politik yang terkait dengan identitas, misinformasi, ujaran kebencian (hate speech) di tahun politik 2023 menuju pemilu 2024, dan memperkuat konsolidasi demokrasi, sehingga demokrasi Indonesia bisa semakin matang menuju Pemilu 2024 di tengah kecenderungan regresi demokrasi ini.  Sementara itu, data Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2022 sebesar 6,71 poin turun ke peringkat ke-54 dunia masuk pada kategori demokrasi cacat (flawed democracies).

     Salah satu hasil reformasi adalah pembatasan kekuasaan dan masa jabatan presiden dan wakil presiden paling lama 2 (dua) kali periode dan dipilih langsung oleh rakyat; begitu juga pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.  Pilpres langsung dipilih oleh rakyat digelar pertama kali pada Pemilu 2004 yang dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla, melalui dua putaran pemilu. Pilpres tahun 2009 dimenangkan kembali oleh pasangan  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Boediono, melalui dua putaran pemilu. Kemudian Pilpres 2014 diikuti oleh 2 paslon yaitu Joko Widodo – Jusuf Kala dan Prabowo Subiyanto – Hatta Rajasa (dimenangkan oelh pasangan Joko Widodo – Jusuf Kala), disinilah terjadi fenomena pembelahan atau polarisasi dukungan dengan proxy cebong dan kampret. Pilpres 2019 diikuti 2 paslon yaitu Joko Widodo – M.Ma;ruf Amin dan Prabowo Subiyanto – Sandiaga Uno, dimenangkan oleh Joko Widodo – M.Ma’ruf Amin.  Kini, kita sedang menantikan apa yang akan terjadi dengan tarik ulur kepentingan para elit parpol dalam mengusung paslon untuk Pemilu Serentak 2024. Kita bangsa Indonesia, menghendaki adanya jalur perseorangan atau independen dalam pilpres tersebuat agar ada calon alternatif diluar parpol sehingga lebih dari 2 paslon agar rakyat memiliki banyak pilihan, sekaligus meminimalisir dampak buruk dari polarisasi dukungan dalam masyarakat demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Euforia pilpres dan pilkada yang dibarengi munculnya politik dinasti, politik identitas, politik uang, politik cukong menimbulkan banyak persoalan kebangsaan yang belum terselesaikan pasca pilpres maupun pilkada.  Polarisasi dukungan, terutama pada pemilihan calon Presiden/Wakil Presiden 2014 dimana kontestannya hanya 2 (dua) paslon mengakibatkan rivalitas dan pembelahan masyarakat antara cebong dan kampret yang masih terasa hingga kini. Dan fenomena ini bakal terjadi lagi pada Pemilu Serentak 2024 manakala paslon pilpres hanya 2 paslon. 

     Konsolidasi politik dan rekonsialiasi masih menjadi PR besar. Pun, perlu diantisipasi pelakasanaan pemilu serentak 2024 dimana terdapat 5 kotak suara yaitu kotak suara presiden/wakil presiden, kotak suara DPR RI, kotak suara DPD RI, kotak suara DPRD provinsi. Kotak suara DPRD kanupaten/kota; kotak suara gubernur/wakil gubernur dan kotak suara bupati/wakil bupati dan kotak suara wali kota/wakil walikota. Beban kerja petugas di TPS dan hirarkhi ke atas sampai ke KPU Pusat sangat sangat banyak sehingga perlu mitigasi secara cermat agar tidak terjadi lagi petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia, seperti pada pemilu 2019 sebanyak 894 orang meninggal.

      Dari perspektif ketahanan nasional untuk gatra politik masih tergolong rawan akibat dari euforia kebebasan berpendapat dan berserikat, maraknya ujaran kebencian, berita nohong, polarisasi dukungan maupun krisis tokoh nasional. Ke depan perlu dicari model pemilu yang lebih praktis dan murah tetapi tetap mengedepankan prinsip-prinsip luber dan jurdil yang diikuti oleh calon dari jalur parpol maupun jalur independen/perseorangan baik pilpres maupun pilkada.

     Reformasi Gatra Ekonomi

    Dengan diamandemennya pasal 33 UUD 1945 (versi asli) telah merubah paradigma ekonomi nasional dimana spirit kebersamaan dan kekeluargaan telah hilang berubah menjadi liberal kapitalistik pasar. Doktrin kebangsaan, kerakyatan dan gotong royong sudah kehilangan ruhnya.  aset negara dikuasai oleh satu persen orang yang terus menghisap 50 persen kekayaan ekonomi nasional hingga saat ini. Konglomerasi menyebabkan konsentrasi aset pada segelintir orang pada konglomerat, sehingga hampir semua kegiatan bisnis di Indonesia dimonopoli oleh orang-orang yang memiliki relasi kuat dengan penguasa. Konglomerasi merupakan perusahaan besar yang memiliki banyak anak perusahaan berbagai bidang. Sementara oligarki adalah suatu bentuk pemerintahan dalam sebuah negara, yang kekuasaannya dipegang oleh kelompok tertentu. Ketimpangan semakin melebar, misalnya aset deposit bank semakin jauh gap-nya. Rekening masyarakat yang memiliki saldo di bawah Rp 100 juta jumlahnya sebanyak 99 persen, dan yang memiliki simpanan senilai Rp 5 miliar lebih hanya 0,03 persen.

     Pencapaian pertimbuhan ekonomi fluktuatif dan terparah pada tahun 2020 dan 2021 Indonesia masuk zona resesi ekonomi akibat terkontraksi dari penyebaran covid19. Dimana, secara quartal to quartal (qtq), perekonomian Indonesia pernah terkontraksi selama tiga kuartal sepanjang kuartal IV-2019 hingga kuartal II-2020. Kontraksi dua kuartal secara beruntun juga kembali terulang pada kuartal IV-2020 hingga kuartal I-2021. Secara year on year (YoY), ekonomi Indonesia juga mengalami kontraksi selama empat kuartal secara beruntun mulai kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021. Dan, sebelumnya, Indonesia juga pernah resesi pada tahun 1998 buntut dari krisis moneter Asia.

     Di sisi lain, ada hal baik, dimana Bank Indonesia ditetapkan sebagai membaga keuangan independen dalam urusan moneter negara dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Ditegaskan bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia merupakan badan hukum dan sebagai lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah maupun pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang.

     Pencapaian pertumbuhan ekonomi fluktuatif dan hasilnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal daripada rakyat, sehingga ketimpangan perlu dicari solusi cepat dan berkadilan. Ketimpangan sosial seperti tingginya angka pengangguran dan kemiskinan menjadikan si kaya makin kaya dan si miskin makin miskin. Tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (Rasio Gini) pada September 2022 tercatat sebesar 0,381. Gini Ratio adalah menggambarkan pemerataan dan ketimpangan secara keseluruhan, mulai dari pendapatan hingga distribusi. Rentang skor 0 – 1. Indeks 0 menunjukan pemerataan total, sedangkan 1 terjadi ketidak merataan atau ketimpangan sama sekali. Angka pengangguran per September 2022 mencapai 8,4 juta orang atau 5,83% dari total angkatan kerja. Jika ditelisik lebih dalam, ketrenagakerjaan kita didominasi sekitar 108 juta orang atau sekitar 70,72 persen dari total jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2020. Beban generasi tersebut sangat berat karena menanggung 3 generasi yakni satu generasi diatasnya, generasi dirinya sendiri dan satu generasi dibawahnya. Mereka sangat rentan jika terkena PKN karena dampaknya menimpa ke semua generasi yang ditanggungnya. Oleh karena itu, pemenrintah harus memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang memadai agar produktivitas dan daya saingnya meningkat demi kontribusinya optimal dalam pembangunan nasional, termasuk bonus demografi dan Indonesia emas tahun 2045.

     Dari perspektif ketahanan nasional, reformasi gatra ekonomi masih tergolong rawan mengingat secara konstrutusional terjadi perubahan paradigma dan doktrik ekonomi nasional berbasis pada kebangsaan dan kerakyatan maupun kebersamaan dan kekeluargaan menjadi liberal kapitalistik pasar. Dampaknya pun tidak menguntungkan bagi kepentingan rakyat, bangsa dan negara, Sehingga diperlukan amandemn UUD NRI 1945 secara terbatas.

     Gatra Sosial Budaya

     Gotong royong,  toleransi dan religious yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia pasca reformasi mengalami perkembangan dinamis dan cenderung menjadi persoalan baru tertutama pasca pilpres 2014 dimana terjadi polarisasi dukungan terhadap paslon presiden/wakil presiden yang sangat sentimental. Proxy cebong dan kampret menunjukkan pembelahan masyarakat terjadi gara-gara beda dukungan dalam memilih calon presiden/wakil presiden. Terlebih di dunia maya, kondisinya sangat runyam banyak berseliweran berita bohong dan ujaran kebecian. Dampaknya sangat destruktuf, apalag kepada kaum milenial yang sebang mencari identitas diri.

     Dampak internet selain bersifat positif juga ada dampak negative sehingga diperlukan upaya literasi digital yang benar agar dapat memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan tidak merusak nilai-nilai dan budaya bnagsa Indonesia. Aturan main dan UU ITE perlu secara masif disosialisasikan dan penegakan hukumnya harus bersifat mendidik, tegas dan berkeadilan. Jangan sampai hukum itu hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Pengaruh budaya baru di era digital pun harus mendapat perhatian serius agar budaya adi luhung bangsa Indonesia tidak punah. Internalisasi dilakukan melalau jalur pendidikan informal, formal dan non formal secara hlistik dan integral berdasarakan Pancasila dan UUD NRI 1945.

     Reformasi Gatra Hankam

     Penghapusan dwi fungsi ABRI dan pemisahan institusi TNI dan POLRI sebagai salah saru tuntutan reformasi diwujudkan dengan ditetapkannnya Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,  Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, U U No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan UU No. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Instritusi TNI dan POLRI dituntut terus mereformasi diri baik struktural, instrumental dan kultural agar benar-benar menjadi alat negara yang professional sesuai ketentuan konstsitusi dan jangan sampai tergoda dengan kepentingan politik praktis, kecuali sudah tidak dinas aktif. Soliditas TNI dengan POLRI menjadi garda terdepan dalam memerkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dan NKRI.

     Dari perspektif ketahanan nasional, regormasu gatra hankam relatif cukup tangguh sehingga perlu penguatan institusi TNI sebagai kekuatan inti pertahanan dan keamanan negara serta penguatan institusi POLRI sebagai inti keamanan dan ketertiban masyarakat. Keduanya harus solid mengawal masa depan bangsa dan NKRI bersama-sama rakyat.

Dengan demikian astagatra yang meliputi gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang sifatnya dinamis sejak reformasi 1998 mengalami fluktuasi. Oleh karena itu segeranp anak bangsa harus bersama-sama menjaga dengan baik agar Indonesia tetap eksis dan menjadi negara Maju yang berkeadilan berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Admin

IMPInews.com - Akurat & Terpercaya

Artikel Terkait

INSTITUT BISNIS & MULTI MEDIA ASMI KOMIT JADIKAN KAMPUS MERDEKA BENTENG NKRI, ANTI NARKOBA & ANTI KORUPSI

PPDB 2023 DARI BALIKPAPAN UNTUK INDONESIA MAJU

REFLEKSI SEPEREMPAT ABAD REFORMASI 1998 PERSPEKTIF KETAHANAN NASIONAL

PEMBANGUNAN IKN NUSANTARA PERSPEKTIF EKONOMI HIJAUsepktif Ekonomi Hijau

PACU EKONOMI BIRU, AKSELERASI INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA

ERA KETERGATUNGAN KOMPLEKS