Oleh : Redaksi Impinews.com
TERPUTUS, inilah proxy yang tepat untuk menyatakan kondisi aktualisasi nilai-nilai Pancasila pasca Reformasi 1998. Sudah berlangsung selama puluhan tahun, terjadi pembiaran terhadap jatidiri bangsa Indonesia sehingga kita kehilangan arah. Euforia reformasi bagaikan banjir bandang dan puting beliung yang memporak-perandakan semua sendi-sendi kehidupan yang dibangun di era-era sebelumnya. Salah satunya adalah hilangnya mata pelajaran Pancasila di sekolah-sekolah hingga Perguruan Tinggi akibat dari disahkannya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sehingga hilang dari wacana publik. Dampaknya sangat melemahnya pengarus-utamaan Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam sektor pendidikan, dan di sisi lain berkembang ideologi asing yang tidak bersumber dari budaya bangsa. Ektrim kiri dan kanan pun tumbuh subur baik secara terang-terangnya maupun menyusup ke berbagai sektor, termasuk ke pemerintahan maupun legislatif (parpol). Banyak aktor yang tampil seolah diri dan kelompoknya Pancasilais, namun kelakuannya jauh dari nilai-nilai Pancasila. Pewarta (perawi) –nya pun tidak malu-malu tampil bukan sebagai dirinya yang sebenarnya, mereka melakukan kamuflase dan menyusup kemana-mana dengan agenda tersembunyi yang tidak mudah dikenali. Kedok bunglon ini mereka gunakan untuk mempengaruhi publik demi kepentingan diri dan kelompok/parpolnya. Oleh karena itu, rakyat harus cerdas terhadap “jebakan-jebakan batman” mapun buzzer-buzzer bayaran yang destruktif dan menyesatkan.
Reaktualisasi Pancasila
Nilai-nilai Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka; bahkan pada masa kerajaan telah berkembang nilai-nilai dasar yang merupakan karakter masyarakat seperti Surakarta Hadingrat, Yogyakarta Hadiningrat, maupun kerajaan-kerajaan lainnya di nusantara. Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum pada masa reformasi hingga saat ini semakin mengalami ketergerusan dan penurunan; sehingga membuka peluang tumbuh suburnya ideology golongan kanan maupun kiri yang bersifat laten.
Disinilah diperlukan konsensus nasional untuk melakukan revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara; dalam 7 asepek a) Keharusan moral, b) subyektif, c) ketaatan moral, d) kesadaran moral, e) internalisasi nilai-nilai moral Pancasila, f) proses pembentukan kepribadian Pancasila, dan g) implementasi nilai-nilai Pancasila.
Hal tersebut sangat urgen karena sudah dua dasa warsa sejak reformasi 1998 terjadi kekosongan aktualisasi Pancasila yang berbeda dengan tafsir para pendiri bangsa ini. Pancasila sebagai ideologi yang biasa dikelompokkan dalam ideology tengah, bukan bukan berpaham komunisme/sosialis dan bukan berpaham kapitalisme. Pancasila juga tidak berpaham individualisme dan tidak berpaham kolektivisme; bukan berpaham teokrasi dan bukan perpaham sekuler. Sehingga dinamika aktualisasi atas nilai-nilai Pancasila bagaikan pendelum yang dapat bergerak ke kanan dan ke kiri tanpa pernah berhenti tepat di tengah-tengah, sangat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa.
Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Namun sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya dengan mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan kebijakan ini berarti menggerakan pendelum bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia menjadi pro Liberalisme.Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini berartilah haluan politk negara dirubah. Pendelum yang posisinya di samping kanan digeser dan digerakan ke kiri. Dan tragedi nasional pun terjadi dengan munculnya pemberntokan PKI tahun 1948 di Madiun dan G30S/PKI tahun 1965 di Jakarta.
Namun, karena dukungan semua rakyat ABRI akhirnya dapat menumpas G30S/PKI sehingga 1 Oktober menjadi momentum sangat penting dan dijadikan hari Kesaktian Pancasila.
Berbicara nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak terlepas dari 3 (tiga) tataran yaitu : a) nilai dasar yang bersifat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu; b) nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu; dan c) nilai praktis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Dan ini menjadi tantangan yang tidak mudah sehingga perlu semangat dan konsensus nasional agar secara bersama-sama menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis dari Pancasila.
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan disesuaikan dengan kemajuan telekomunikasi dan informatika yang semakin mengglobal seakan dunia tanpa batas. Perlu upaya internasilsai dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila melalui inovasi digital dikemas sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan diterima oleh generari penerus, Mereka harus terus diberikan penyadaran dan pemahaman yang benar tentang Pancasila dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia; agar tidak abai, apatis dan resistensi terhadap Pancasila maupun realitas sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang telah diperjuangkan berates-ratus tahun lamanya dengan pengorbanan jiwa, raga dan harta. Kini, mereka menikmati kemerdekaan Indonesia haruslah mampu mengisinya dengan karya-karya nyata dan membanggakan demi eksistensi dan kejayaan Indonesia. Pun, perlu ditumbuhkembangkan kader-kader nasional yang jujur, cerdas dan berani. Setidaknya menyangkut strategi untuk memenangkan kompetisi dengan bangsa-bangsa lain yang siap memangsa Indonesia maupun takti dalam merespons terhadap situasi yang berbeda, bagaimana memanfaatkan peluang dan mitigasi terhadap ancaman-ancaman yang mungkin timbul.
Internalisasi Pancasila
Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila diperlukan sistem internalisasi (atau indoktrinasi) yang fokus, bertahap, bertingkat dan terus-menerus melalui jalur informal di dalam keluarga (orang tua sebagai role model), jalur formal di sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi (perlu revisi UU No 20 Tahun 2003), dan jalur non-formal di masyarakat. Ada contoh baik yang patut diteladasi adalah sistem pendidikan ala Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang berbasis pada keteladanan. Dimanan saat ini, kita mengalami krisis kepemimpinan nasional yang mengutamakan kepentingan nasional. Mereka dengan dalih apa pun akan berusaha membernarkan dirinya sendiri, termasuk tumbuh suburnya politik dinasti dan korupsi.
Skenario Indonesia Emas 2045
Berbicara scenario tidak dapat dipisahkan dari analisis trend yang ada, apa yang diharapkan dan aktor yang terlibat. Dari ketiga hal tersebut dapat disusun scenario apa yang diharapkan pada saat 100 tahun Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 2045 atau biasa dikenal dengan proxy Indonesia Emas. Disinilah diperlukan musyawarah semua elemen bangsa agar menghasilkan konsensus nasional mengenai hal-hal apa saja yang diinginkan akan terjadi pada saat Indonesia Merdeka ke- 100 tahun. Terkait topik dalam artikel ini, penulis mencoba memaparkan scenario terkait Ideologi Pancasila pada 2045; dimana saat itu masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat maju yang lebih sejahtera, dalam kehidupan yang serba digital, namun rasa kepedulian sosial dan gotong royong semakin menipis. Hedonisme dan individualistis akan mendominasis kehidupan mereka ditengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila akan mengalami kedangkalan makna, tidak seperti narasi dan makna para pendiri Bangsa Indonesia.
Sementara itu, Lemhannas R.I telah menyusun scenario Indonesia Emas 2045 yang dipaparkan pada tanggal 14 Februari 2016. Skenarion disusun menggunakan orientasi transformative yang merupakan kisah tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan. Skenario dibentuk bukan hanya untuk lebih memahami masa depan, melainkan lebih dari itu, yaitu untuk memengaruhinya. Ada 4 (empat) scenario yaitu : 1) Skenario Mata Air : bahwa Indonesia tahun 2045 akan disisi oleh generasi baru yang berbeda dengan generasi pendahulunya. Penduduk Indonesia mulai didominasi generasi berpendidikan tinggi, menguasai teknologi komunikasi, aktif bermedia sosial, dan terpapar dengan nilai-nilai global. Mereka adalah generasi baru yang berasal dari keluarga biasa yang sudah terpisah jauh dari generasi pendahulu masa kemerdekaan Indonesia. Mereka mempertahankan kesatuan NKRI harus lebih didasarkan pada prinsip integrasi fungsional dibandingkan integrasi historis. Generasi inilah yang akan menempati posisi penting di bidang politik, birokrasi, bisnis dan ormas. Ide tentang cara berindonesia yang baik berbeda dengan ide generasi pendahulunya. Generasi ini menghargai prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Mereka terbiasa mengkritik kekuasaan secara lugas. Setiap ketidakadilan akan dilawan melalui ormas dan kekuatan politik. Kebijakan publik masih diwarnai percampuran kepentingan bisnis dan politik yang menyebabkan suhu politik meningkat Di tingkat daerah, kualitas institusi dan sumber daya manusia yang belum merata menyebabkan tidak saja sering terjadi korupsi, tetapi juga menimbulkan gesekan sosial antara putra daerah dan pendatang sebagai akibat persaingan untuk memperoleh akses sumber daya ekonomi Ketimpangan antardaerah masih terjadi sehingga aspirasi memisahkan diri kadang masih terdengar, termasuk rentan terhadap aspirasi memisahkan diri dari NKRI.
2) Skenario Sungai dianalogikan sebagai proses pembangunan. Indonesia harus bisa keluar dari ancaman failed state. Indonesia diprediksi akan menjadi negara industri yang maju dengan struktur ekonomi yang lebih kuat. Jumlah kelas menengah ke depan akan lebih banyak hingga bisa mengikis jurang antara kelas proletar dan konglomerat. Sektor agroindustri akan berkembang dan menjadi peningkatan kemakmuran di perdesaan karena didukung dengan dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Skenario Kepulauan. Kepulauan dianalogikan sebagai tantangan. Indonesia sebagai poros maritim dunia memiliki tantangan tantangan dalam eksistensi di kancah Internasional. Salah satu harapan dari visi hari ini adalah dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat maritim dunia. Ke depan, menurut Panutan, akan ada banyak tantangan yang bisa memecut Indonesia dalam mewujudkan cita-cita ini. Dan 4) Skenario Air Terjun. Air terjun menganalogikan sebagai pusat energi yang bersih. Panutan melihat bahwa perencanaan pembangunan Indonesia akan berbasih rendah karbon dan mengadaptasi pemanfaatan ruang berdasarkan penataan runag wilayah yang baik. Dalam hal ini, pemerintah harus mulai mencoba untuk mengambil keputusan bukan berdasarkan rencana jangka pendek, melainkan lebih jauh kepada rencana jangka panjang. Cara-cara pemanfaatan lingkungan dan ramah lingkungan bisa menjadikan Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan.
Kita semua harus sadar dan paham bahwa masa depan Bangsa dan NKRI menjadi tanggungjawab kolektif semua elemen bangsa. Oleh karena itu sinergi peduli NKRI harus diperkokoh melalui pemahaman literasi dan internalisasi yang benar atas sejarah perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya. Kemudian merawat dan membela NKRI sampai titik darah yang penghabisan demi kejayaan dan kesejahteraan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia; bukan sekedar menuju Indonesia Emas saja. Semoga.