Oleh : Dr.K.P.Suharyono S.Hadiningrat (CEO IMPI)
RUMIT dan susah diprediksikan. Inilah era ketergantungan kompeks yng mengglobal penuh dengan konflik kepentingan, krisis ekonomi, perang maupun krisis kemanusiaan. Benang merahnya ada pada langkanya ketersediaan sumber pangan dan energi, yang diperparah oleh nafsu serakah oleh negara-negara maju untuk menguasai sumber-sumber daya alam dengan dalih apa pun, termasuk invasi ke negara lain. Saat ini dunia dihadapkan pada persoalan-persoalan sangat kompleks/rumit yang multidimensional baik itu pagebluk covid19, krisis ekonomi, krisis pangan, krisis energi, konflik kepentingan, dan lain-lain. Semestinya semua kejadian tersebut dijadikan lesson learned untuk berbuat yang terbaik bagi semua dalam koridor perdamaian dan menjaga harta martabat kemanusiaan. Kondisi ketergantungan kompleks (complex interdependency) membutuhkan komitmen bersama untuk kolaborasi menjaga bumi guna memakmurkan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Terutama para pemimpin negara-negara di dunia untuk mencari solusi terbaik win win solution, bukan zero sum game.
Ketergantungan Kompleks
Kondisi yang serba VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan TUNA (Turbulency, Uncertainty. Novelty, Ambiguity) yang diperparah oleh konflik-konflik kepentingan dan perang sungguh mengancam kehidupan global. Semua negara harus mampu mengedepankan perdamaian dalam menyelesaikan kepentingannya dan membangun kolaborasi global untuk menjalani kehidupan dalam ketergantungan kompleks (interdependency complex). Menurut Robert O.Keohane dan Joseph S. Nye bahwa teori interdependensi secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah hubungan timbal-balik atau hubungan saling ketergantungan satu sama lain dalam hubungan intemasional. Teori ini lahir dari perspektif liberalis,dimana saling ketergantungan timbul karena adanya kerjasama yang dilakukan antar dua negara atau lebih.
Interdependensi adalah saling ketergantungan yang mempertemukan kekurangan dari masing-masing negara melalui keunggulan komparatif masing-masing. Intinya bahwa suatu Negara tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga membutuhkan peranan dan kerjasama dengan negara-negara lain. Di bidang ekonomi, negara terpinggir atau negara berkembang akan memiliki perekonomian yang sangat bergantung pada negara dunia maju atau negara inti. Ketika negara terpinggir menjalin hubungan dengan negara inti, hubungan ini akan membentuk ketergantungan. Negara inti dapat berkembang mandiri. Sementara perkembangan negara terpinggir sangat bergantung pada perkembangan negara inti itu. Hal ini dapat berdampak positif maupun negatif untuk perkembangan negara mereka. Menurut teori ketergantungan, posisi negara terpinggir yang terkena dampak ekonomi global, adalah sumber utama keterbelakangannya. Sikap dan tindakan yang harus dilakukan oleh semua negara sebagaimana diemukakan Andi Widjayanto Gubernur Lemhannas adalah memperkuat kolaborasi multilateral untuk menghadapi tantangan dan permasalahan bersama yang saling menguntungkan dan saling menghargai kedaulatan negara masing-masing.
Tantangan ke depan
Masalah pangan, energy, finansial dan lingkungan menjadi isu global yang semakin rumit karena ledakan jumlah penduduk dunia, sementara itu daya dukung bumi sangat terbatas. Data laporan laporan World Population Prospects 2022 bahwa Lima peringkat julah penduduk terbanyak di dunia adalah : a) China mencapai 1.426 juta jiwa dan tahun 2050 diprediksikan mencapai 1.317 juta jiwa; b) India mencapai 1.412 juta jiwa dan tahun 2050 diprediksikan menjcapai 1.668 juta jiwa ; c) Amerika Serikat mencapai 332,8 juta jiwa dan tahun 2050 diprediksikan mencapai 375 juta jiwa; d) Indonesia mencapai 275 juta jiwa dan tahun 2050 diprediksikan mencapai 317 juta jiwa; dan e) Pakistan mencapau 234 juta jiwa dan tahun 2050 diprediksikan mencapai 366 juta jiwa. Kondisi ini tidak bias dibiarkan begitu saja, harus ada upaya yang sungguh-sungguh dari semua pemimpinan negara.
Bumi tidak mempu mendukung kebutuhan manusia, dimana menurut para Pakar Institut Pertanian Bogor bahwa untuk mendukung kebutuhan manusia yang berjumlah sekitar 7,2 miliar dan diproyeksikan akan mencapai 8 miliar pada 2025 diperlukan setidaknya 3 (tiga) bumi. Bagaimana mungkin? Inilah diskursus dimana ledakan penduduk yang tidak terkendali. Disisi lain sumberdaya di bumi terbatas; sehinga terjadi kelangkaan (scarcity) yang ujung-ujungnya saling saling caplok dan yang kuat pasti akan menang; bagaikan hukum rimba.
Kemudian terkait penyediaan pangan di Indonesia mengkhawatirkan karena menurut sensus pertanian telah terjadi penurunan sebanyak 6,37 juta rumah tangga hortikultura yang hengkang dari sektor pertanian. Hilangnya jutaan petani tersebut dalam dasawarsa terakhir ini menjadi pertada yang tidak baik sehingga negara harus hadir untuk menyelesaikannya. Ini menjadi tantangan yang tidak mudah, mengingat tahun 2063 Bappenas mempredisksikan bahwa proefsi peani akan hilang; karena milenial tidak ada yang tertarik menjadi petani mengingat profesi petani tidak menjanjikan masa depan yang cerah dan mensejahterakan. Jumlah petani saat ini sekitar 50,4 persen berusia sekitar 50-an tahun da umumnya sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian.
Disisi lain, menurut Prof. Cahyono Agus, perlu pengembangan berbasis berkelanjutan untuk mengimplementaskan konsep dan paradigma yang mampu memberi kesadaran, kemampuan, wawasan dan konsep secara cerdas, luas, mendalam dan futuristik tentang lingkungan global kepada semua pihak melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Education for Sustainable Development) secara informal, formal dan non-formal. Sehingga upaya-upaya perbaikan terhadp kualitas lingkungan hidup di bumi ini perlu dapat dilakukan oleh semua pihak secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hal ni sejalan dengan konsep ekonomi biru yang dikembangkan oleh Gunter Pauli dari ZERI Foundation (2009). Diperlukan penguatan dalam mewujudkan program Jagad Biru Rahayu; yakni mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan melalui penataan tata ruang biru, kampus/kota/desa biru, air segar, udara biru, pangan sehat, energi biru, ekonomi biru, lingkungan asri, harmoni lingkungan kehidupan, dan masyarakat sejahtera merupakan langkah pasti untuk membangun lingkungan dan kehidupan bermartabat dan berkelanjutan. Dibarengi penguatan kemitraan dalam mewujudkan 17 (tujuh belas) tujuan pembangunan berkelanjutan (17 Sustainable Development Goals).
Dalam kondisi yang tidak menentu seperti zaman now, tantangannnya pun semakin rumit yang bisa disebut dengan the perfect storm C-5 yakni : a) Covid19 beserta varian barunya; b) Conflict Rusia-Ukraina dan negara lainnya; c) Climate change (perubahan iklim); d) Commodity instability (ketidakstabilan komoditi & inflasi); dan e) Cost of living (biaya hidup mahal). Antar negara perlu membangunn kolabrasi yang efektif untuk menghadapi tantang global yang semakin rumit dan tidak menentu.
Produksi BBM Nasional tidak mencukupi
Dari berbagai sumber diketahui bahwa produksi minyak bumi hanya sekitar 600 ribu barrel per hari tidak mencukupi kebutuhan BBM nasional yang mencapai sekitar 1.4 juta barrel/hari, sehingga pemerintah melalui Pertamina harus impor BBM untuk memenuhi kebutuhan BBMdalam negeri setiap harinya sekitar 800 ribu barrel per hari. Dari sisi ini adalah wajar untuk melakukan kenaikan harga BBM mengingat bahan mentahnya impor dengan harga yang mahal. Menurut BPS, 21 Aprill 2022 bahwa impor minyak mentah pada Januari-Maret 2022 tercatat mencapai US$ 1,81 miliar atau sekitar Rp 25,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$). Nilai impor selama kuartal I 2022 ini naik 21,5% dibandingkan periode yang sama 2021 yang tercatat sebesar US$ 1,49 miliar.
Kemudian, produksi BBM hingga Februari 2022, realisasi lifting minyak RI tercatat hanya sebesar 610,67 ribu barel per hari (bph) atau sekitar 87% dari target APBN 2022 sebesar 703 ribu bph. Dan lifting gas bumi gas tercatat 969,05 ribu barel setara minyak per hari (boepd), lebih rendah dari target 1,036 juta boepd tahun ini. Sementara itu, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara nasional baru mencapai 11.5 persen pada 2021 lalu, dan tahun 2025 diharpkan mencapai 23 persen (Kemen ESDM update). Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan EBT masih jauh dari harapan, serta energi fosil masih menjadi energi utama dalam pemenuhan kebutuhan energi hingga saat ini.
Dampak krisis ekonomi global
Dua kuartal berturut-turut Indonesia terkontraksi sangat dalam akibat pagebluk COVID19 sehingga masuk zona krisi ekonomi. Dan kini telah mulai merangsek naik, ada pencapaian-pencapaian yang diharpkan mampu bangkit dari krisis ekonomi dan menuju era normal pasca pandemic covid 19. Pertumbuhan ekonomi umumnya masih dinikmati oleh pemilik modal sehingga perlu deregulasi dan affirmative policy (kebijakan keberpihakan) kepada rakyat golongan ekonomi lemah agar mereka dapat menikmati pertumbuhan ekonomi maupun kemajuan pembangunan. Secara global, kondisi ekonomi masih sulit dan masih banyak negara yang mengalami krisi dan bahkan bangkrut sehingga memicu demo besar-besar kepada pemerintah seperti di Sri Lanka. Sebelum pandemic Covid19 yang mulanya berasal dari kota Wuhan – China, banyak negara yang terjebak bantuan OBOR China dan mereka tidak dapat mengembalikan hutang-hutangnya. Kondisi global pun semakin memanas dengan perang Rusia -Ukraina yang kini belum ada tanda-tanda usai. Disisi lain, kondisi di Palestina juga masih memanas karena serangan-serangan Israel. Trennya belum ada tanda-tanda menuju perdamaian, dimana semua pihak dapat hidup daai dan berdampingan. Inilah kemerdekaan yang didambakan semua orang, bangsa dan negara. Bagi kita semua harus menolak semua bentuk invasi apa pun dari suatu negara kepada negara lain, dan PBB harus lebih kuat untuk menjaga perdamaian di planet bumi ini. Pun, harus dijalin komitmen semua negara untuk melestarikan bumi sejalan dengan tugas manusia sebagai khalifah untuk menjaga martabat manusia dan mensejahterakannya. Dan harus diingat bahwa tugas-tugs kekhalifahan ini akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wata’ala Tuhn Yang Mahaesa.
Khalifah di Bumi
Kerusakan di bumi umumnya disebabkan oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab. Misal industri tambang, sebagaimana laporan Perserikatan Bangsa-bangsa menemukan bahwa hampir tidak ada industri yang menguntungkan jika biaya lingkungan diperhitungkan. Eksploitasi hutan alam dan sumber daya alam (tambang minyak, mineral) mampu mendapatkan keuntungan besar karena tinggal memanen hasilnya dan tidak ada pemeliharaan. Padahal proses produksi hutan alam dan tambang alam membutuhkan waktu sampai jutaan tahun. Sedangkan proses eksploitasi hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Namun demikian, dampak kerugian lingkungan bahkan bencana besar yang ditimbulkannya begitu cepat setelah produksi dilakukan. Kebanyakan pelaku tambang dan industri justru lari dari tanggung jawabnya, setelah menguras habis isi bumi. Hal ini bertentangan dengan tugas manusia sebagai khalifah di bumi.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Tugas manusia sebagai khalifah dari Allah Subhanahu wata’ala di muka bumi, antara lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61) dan mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah Subhanahu wata’ala sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; keluarga/rumah tangga; tugas masyarakat dan alam.