Oleh : DR.KRRA.Suharyono S.Hadiningrat, M.M.
ENERGI dan komoditas langka akibat perang Rusia – Ukraina memicu meroketnya harga BBM dan komoditas yang dipasok oleh Ukraina. Disisi lain, ribuan korban nyawa maupun fasilitas fisik lainnya menambah derita rakyat korban perang. Kondisi ini juga diperparah oleh dampak pagebluk covid 19 yang belum pulih. Perang terus berlangsung dan tak kunjung terjadi gencatan senjata walaupun sudah ada resolusi PBB (Perserikatan bangsa-Bangsa). Negitu juga di Paalestina masih terjadi penindasan oleh Israel, dimana PBB terkesan double standard.
Harga sejumlah komoditas sudah meroket menimbulkan krisis global merembet ke negara-negara lain. Perang yang berkepanjangan akan berdampak luas dan besar bagi perekonomian global. Selain krisis akibat perang, dampak itu juga sebagai efek berantai dari sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Rusia. Kejutan naiknya harga komoditas akan berdampak di seluruh dunia, terutama pada rumah tangga miskin yang menjadikan pangan dan bahan bakar sebagai pengeluaran paling tinggi. Perang Rusia vs Ukraina semakin memperparah krisis ekonomi dan kemanusiaan dan memicu Perang Dunia III. Pun, sanksi yang dijatuhkan sejumlah kawasan akan memengaruhi ekonomi global dan pasar keuangan sehingga merembet ke negara lainnya. Situasi terus berubah dan perkiraan ke depan akan menjadi ketidakpastian yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sekitar 1 (satu) persen dan meningkatkan prospek inflasi mereka dengan angka yang sama. Krisis ini akan menciptakan perubahan kebijakan yang kompleks, yang semakin memperumit lanskap kebijakan ketika ekonomi dunia pulih dari krisis pandemic tertutama terkait lonjakan harga minyak dunia.
Dampak Bagi Indonesia
Dampak perang Rusia-Ukraina bagi Indonesia antara lain : a) akan terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS; naiknya BBM maupun komoditas lainnya seperti kelangkaan minyak goreng domestik karena produsen mengalihkan distribusinya ke luar negeri yang lebih menguntungkan. Pun, b) kenaikan harga BBM, tarif PPN memicu kenaikan semua komoditas dan akan menyengsarakan rakyat, terutama wong cilik. Pasar modal pun akan mengalami penurunan dan dikhawatirkan pemodal akana menarik investasinya . c) Kehilangan pendapatan dari ekspor karet, lemak hewani dan kakao ke Rusia maupun Ukrainai sekitar Rp 170 juta dollar AS per bulan; d) terganggunya APBN karena kenaikan minyak dunia menjadi beban APBN karena kurs Rupiah terhadap dollar AS melemah. Kenaikan 1 (satu) dollar AS per barel minyak dunia akan menambah beban APBN untuk subsidi BBM sekitar Rp 2.5 Triliun; e) kenaikan impor gandum dari Ukraina dimana pada 2020, total impor gandum Indonesia sebanyak 10,299 juta ton dengan kontribusi pasokan sekitar 20% dari kebutuhan nasional.
Kenaikan harga BBM akan diikuti kenaikan semua komoditas sehingga akan memperlebar ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, dapat menjadi pemicu terjadinya kecemburuan, kerawanan, disharmoni, konflik horizontal, persoalan sosial lainnya hingga disintegrasi. Kesenjangan kemajuan suatu daerah dengan daerah lainnya merupakan salah satu faktor penting yang tidak boleh dianggap remeh temeh agar keutuhan wilayah NKRI terjaga. Sungguh sangat mengenaskan kondisi yang ditemukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K dimana lebih dari 50 persen aset nasional hanya dikuasai oleh sekitar 1 (satu) persen warga negara. Dalam arti 90% penduduk memperebutkan sekitar 30% aset sisanya. Jumlah penabung di Bank sebesar 59 persen dikuasai oleh 0,0t orang penabung dari kalangan orang kaya dengan jumlah tabungan mencapai Rp 7.301,29 triliun. Bagi wong cilik dan pengangguran, jangankan untuk menabung untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja kalang kabut, terlebih bagi yang terdampak pagebluk covid 19 maupun melejitnya harga-harga komoditas karena kenaikan BBM maupun pajak. Terlebih di bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Data BPS, Nopember 2021 menunjukkan bahwa Jumlah pengangguran mencapai 9,1 juta orang dan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2021 yang sebesar 6,49 persen. Artinya dari 100 orang angkatan kerja terdapat sekitar 6 orang pengangguran. Angka kemiskinan mencapai 27,54 juta atau 10,14 persen dari total populasi nasional pada Maret 2021. Kelompok inilah yang terdampak, termasuk menjerit ketika harga-harga melejit, tidak terkendali. Bagi mereka yang beruntung bisa tutup mata menikmati kenyamanannya dan skeptis dan sinis terhadap persoalan ini. Oleh karena itu, negara harus harus untuk menyelesaikan semua persoalan kebangsaan ini dengan mengembangkan pola kemitraan penthahelix sesuai tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Potensi Disintegrasi
Dampak ekonomi akibat perang memicu krisis ekonomi dan jika berlarut-larut akan merembet ke semua aspek, termasuk politik. Misalnya kasus 1998 terjadi karena dipicu oleh kriris ekonomi, dan hal ini mestinya menjadi peringatan kita. Wacana 3 (tiga) periode masa jabatan Presiden yang dinilai oleh berbagai kalangan inkostitusional itu mendapat respon yang pro-kontra. Kondisi ekonomi yang semakin sulit dapat merembet kemana-mana jika tidak dicarikan solusi segera dan pro-rakyat.
Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya disharmoni dan disintegrasi adalah ketimpangan baik ekonomi maupun sosial. Misalnya daerah Bougainville yang ingin melepaskan diri dari Papua Nugini.Referendum telah diadakan pada 23 November hingga 7 Desember 2019, dengan hasil diumumkan pada 11 Desember 2019, dimana hasilnya menunjukkan bahwa 98,31 persen suara mendukung kemerdekaan penuh Bougainville dari Papua Nugini. Proses kemerdekaan Bougainville bakal dimulai pada 2023. Bougainville diperkirakan bisa menjadi negara yang merdeka penuh pada 2027. Issue sentral adalah adanya ketimpangan dari pembagian hasil tambang sehingga menimbulkan konflik berkerpanjangan dan berujung pada referendum.
Republik Indonesia pun mempunyai pengalaman pahit atas lepasnya Timor Timur, dimana Republik Indonesia telah mengorbankan jiwa, raga dan harta yang tak terhingga. Timor Timur secara resmi merdeka dari Republik Indonesia menjadi negara Timor Leste pada 20 Mei 2002 setelah referendum yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 menghasilkan 78,5% pemilih memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia. Kemudian, lepasnya Pulau Sipidan dan Ligitan ke Malaysia. Dan kini, kita dihadapkan dengan konflik di Laut Natuna Utara (LNU) yang diklaim China.
Disintegrasi terjadi dilatarbelakangi oleh berbagai faktor terutama faktor ketimpangan yang dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan. Ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin melebar berpotensi memicu disintegrasi harus segera diselesaikan secara berkeadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Empat konsensus dasar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tungga Ika harus terus diperkokoh melalui berbagai strategi baik secara informal melalui keluarga, secara formal di sekolah dan perguruan tinggi maupun secara non-formal dalam masyarakat. Internalisasi maupun sistem mewariskan nilai-nilai tersebut kepada seluruh rakyat Indonesia harus disesuaikan dengan tingkat lietrasi maupun pekerembangan zaman. Berbicara integrasi tidak terlepas dari komitmen kesatuan wilayah. Dimana secara politis, integrasi nasional merupakan proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang menciptakan sebuah identitas nasional. Sedangkan secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Untuk menciptakan sebuah integrasi nasional tentu tidak mudah. Sebab ada banyak kelompok yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda yang harus dipersatukan. Belum lagi, adanya berbagai ancaman yang siap mengganggu proses integrasi nasional.
Fakta sejarah membuktikan bahwa kerajaan-kerajaan nusantara seperti Karaton Surakarta Hadiningrat memiliki peranan penting dan kontribusi dalam mendirikan Republik ini. Pada tahun 1945, Presiden Soekarno telah menerbitkan Piagam Kedudukan Daerah Istimewa Surakarta dan kedudukan SISKS Paku Buwana XII; namun karena ada pemberontakan oleh golongan kiri pada 1946 maka untuk sementara waktu pemerintahan Daerah Istimewa Surakarta diserahkan kembali ke Pemerintah Pusat sampai situasi dan ketertiban umum kembali normal. Namun sudah 79 tahun Indonesia Merdeka kedudukan Daerah Istimewa Surakarta tidak kunjung dikembalikan kepada Pihak Karaton Surakarta Hadiningrat. Oleh karena itu, sebagai wujud dari memelihara keutuhan NKRI dan pengakuan terhadao kedudukan Daerah Istimewa Surajarta dan karaton Surakarta Hadiningrat maka Pemerintah Pusat bersama-sama DPR RI harus segera mengembalikan hak dan kedudukan Daerah Istimewa Surakarta tersebut melalui Undang-Undang Daerah Istimewa Surakarta.
Bela Negara dan Urgensi UU Kamnas
Gerakan bela negara sudah dimulai sejaka lama sebelum Indonesia Merdeka. Perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme hingga terjadinya peristiwa mempertahankan kemerdekaan dan kini ditetapkan adanya Hari Bela Negara dan diperingati setiap tanggal 19 Desember. Dasar hukum bela negara adalah : a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 3 “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”; b) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 Ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usha pertahanan dan keamanan negara”,; dan c) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara” (Pasal 9 Ayat 1).
Sangat urgen untuk segera mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dan kepentingan nasional; dibarengi menyelesaikan persoalan-persoalan ketimpangan ekonomi dan sosial secara berkadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sehingga terjaga keutuhan wilayah NKRI.